Pidato Presiden Jokowi Angkat Harkat dan Martabat Bangsa
Pidato Presiden Jokowi dilihat dari substansinya, telah mengangkat harkat dan martabat Bangsa Indonesia
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pidato Presiden Jokowi saat membuka puncak pertemuan Peringaan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika, Rabu (22/4/2015) kemarin dilihat dari substansinya, telah mengangkat harkat dan martabat Bangsa Indonesia. Pujian ini disampaikan oleh politisi PDI Perjuangan Mayor Jenderal (purn) Tubagus (TB) Hasanuddin.
"Setidaknya Indonesia punya pandangan-pandangan yang baru terhadap praktik-praktik bantuan internasional, Bank Dunia, sikap negara kaya terhadap negara miskin termasuk sikap ambigunya PBB," ujar Tubagus Hasanuddin, Kamis (23/4/2015).
Apa yang dipidatokan oleh Presiden Jokowi, TB menegaskan, benar-benar menjadi realita di lapangan dan menjadi keluhan para negara berkembang. "Semoga pidato itu mampu merubah sikap dan pandangan para peserta konferensi untuk membawa pada dunia yang lebih damai dan lebih sejahtera," harapnya.
Sebelumnya, saat pembukaan puncak acara peringatan ke 60 KAA, Presiden Jokowi dalam pidatonya keras menyuarakan, kritikan dengan menyebut pemikiran masalah ekonomi hanya bisa diselesaikan Bank Dunia, ADB, dan IMF harus dibuang.
"Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF (Dana Moneter Internasional), dan ADB (Bank Pembangunan Asia) adalah pandangan usang yang perlu dibuang. Kita mendesak reformasi arsitektur keuangan dunia, menghilangkan dominasi kelompok negara atas negara lain," tegas Jokowi.
Jokowi menilai tatanan ekonomi dunia seperti sekarang masih penuh ketidakadilan. Negara-negara kaya seakan punya posisi yang lebih superior dan menentukan perekonomian global. "Terpampang di hadapan kita, ada 20 negara kaya. Sementara 1,2 miliar jiwa tidak berdaya dalam kemiskinan. Dunia yang kita warisi saat ini sarat dengan ketidakadilan, kesenjangan," Jokowi menegaskan.
TB Hasanuddin kemudian menegaskan, terkait soal siapa yang menulis pidato yang kemudian menjadi bahan kritik beberapa orang, tidaklah perlu dipermasalahkan.
Tugas staf, TB menegaskan kembali, adalah membantu Presiden.
"Pidato yang ditulis oleh staf adalah arahan dari Presiden sebagai Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan. Presiden Jokowilah yang punya ide bukan staf, staf hanya sekedar menuliskannya," ujarnya.
"Bahkan biasanya dibantu oleh ahli tata bahasa. Hasil penulisan itupun kemudian akan dibaca dan dikoreksi oleh Presiden. Sekali lagi tidak perlu dipermasalahkan, karena tidak mungkin Presiden menulis teks pidato sendirian," mantan Sekretaris Militer ini menegaskan kembali.