Kasihan Presiden Jokowi Berulang Kali Diberi Data Sampah
Politisi PDI Perjuangan Mayor Jenderal (purn) Tubagus (TB) Hasanuddin mengaku prihatin dengan kinerja pembantu Presiden Jokowi.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan Mayor Jenderal (purn) Tubagus (TB) Hasanuddin mengaku prihatin dengan kinerja pembantu Presiden Jokowi.
Ia kemudian mengungkapkan kekecewaannya mengenai gonjang ganjing tentang utang atau tidak hutangnya Indonesia ke IMF, yang kemudian diklarifikasi oleh Menkeu, yang sesungguhnya sangat memprihatinkan.
"Sesungguhnya sejak zaman presiden Ibu Mega pun, sudah mulai proses pelunasan itu dan dilanjutkan oleh presiden SBY tahun 2005 dan seterusnya. Yang memprihatinkan adalah para pejabat disekitar Presiden masih mentah, mereka belum punya pengalaman di pemerintahan, terutama konon Seskab yang memberi informasi," TB Hasanuddin menyesalkan, Rabu (29/4/2015).
Dalam konferensi pers sehari sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan, Indonesia tidak memiliki utang kepada International Monetary Fund (IMF). Hal ini sekaligus membantah pernyataan Presiden Jokowi sebelumnya yang mengatakan Indonesia masih memiliki utang kepada IMF
Dijelaskan, pada dasarnya angka sebesar 2,79 miliar dolar AS yang disebut utang adalah special drawing rights atau SDR. SDR adalah semacam mata uang yang digunakan dalam IMF. Bambang menjelaskan kembali, kuota SDR sudah diberikan kepada negara negara anggota IMF untuk dana standby. Dana ini bisa digunakan oleh negara anggota apabila terdesak.
"Kuota alokasi SDR, dari IMF untuk semua negara anggota IMF. Jadi semacam standby loan jika negara anggota memerlukan, bisa dipakai bila perlu. Sampai saat ini Indonesia tidak pernah pakai. Tapi karena itu sudah dialokasikan IMF untuk indonesia, secara statistik disebut sebagai utang," ujarnya.
TB Hasanuddin menegaskan kembali, Presiden Jokowi kerap kali diberi data sampah yang hanya menyesatkan rakyat.
"Kasihan presiden berulang kali diberi data sampah yang menyesatkan rakyat . Soal tindakan yang harus di ambil Presiden Jokowi, kita serahkan saja kepada Presiden yang punya hak peregoratif mau diapain . Apakah hak itu mau dipakai atau sudah nyaman dengan situasi seperti sekarang ini," TB Hasanuddin menegaskan.