'Penundaan Eksekusi Mati Mary Jane Langkah Lindungi Korban Perdagangan Perempuan'
Missiyah menilai penundaan tersebut adalah langkah melindungi korban perdagangan perempuan seperti yang dialami Mary Jane.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Institut Kapal Perempuan, Missiyah mengapresiasi langkah Pemerintah menunda pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati asal Filipina, Marry Jane Veloso. Sedianya, Marry Jane dieksekusi Rabu dini hari bersama delapan terpidana mati lainnya yang masuk gelombang kedua.
Aktivis pejuang hak-hak perempuan dan buruh ini menilai penundaan tersebut adalah langkah melindungi korban perdagangan perempuan seperti yang dialami Mary Jane.
"Penundaan ini merupakan langkah perlindungan terhadap korban, Mary Jane adalah pihak yang dikorbankan dan dia masuk dalam jeratan perdagangan perempuan. Ini langkah tepat," tegas Missiyah ketika dikonfirmasi TribunNews.com, Rabu (29/4/2015).
Namun demikian, dia menilai masih menyedihkan karena hukuman mati masih diberlakukan di Indonesia.
"Mestinya sudah tidak memberlakukan hukuman mati," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Dina Ardiyanti, komisioner Komite Aksi Perempuan.
"Menurut saya itu kebijakan tepat. Hukum harus mampu melihat keadilan beyond the law," jelasnya dalam pesan singkatnya kepada Tribunnews.com, Rabu (29/4/2015).
Kejaksaan Agung menunda pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati Mary Jane.
"Eksekusi Marry Jane ditunda karena ada permintaan dari Presiden Filipina," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tonny T Spontana dalam pesan singkat yang diterima media, Rabu.
Permintaan tersebut diajukan setelah tersangka perekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4/2015). Marry Jane (MJ) pun diperlukan untuk memberikan kesaksian dalam pemeriksaan terhadap Sergio.
"Pelaku yang diduga melakukan perdagangan manusia menyerahkan diri di Filipina, dan kesaksian MJ diperlukan," kata Tonny.