Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anomali Demokrasi Jokowi

Desain ekonominya semakin sulit untuk tidak dikatakan bernapaskan neoliberalisme, terkesan teknokratis, tetapi tidak matang.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Anomali Demokrasi Jokowi
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Presiden RI Joko Widodo. 

Saat ini Jokowi semakin sulit dilihat sebagai harapan- istilah Ivan Pavlov, pakar behaviorisme peraih Nobel asal Rusia: salivasi (salivate), selera menggiurkan- yang meneguhkan semangat perubahan. Yang dilakukan Jokowi malah merusak refleks-refleks yang dikondisikan (conditioned reflexes) masyarakat untuk tetap menjadikannya impian bagi Indonesia baru. Ia belum mampu menjadi gairah bagi seluruh tumpah-darah Indonesia.

Harapan seharusnya dijaga melalui kebijakan yang merefleksikan selera publik atau paling tidak, tidak bertentangan. Kini publik semakin hilang keyakinan pada Jokowi. Beberapa survei sudah menunjukkan pemerintahan Jokowi-JK tidak bisa diandalkan menyelesaikan krisis ekonomi- politik saat ini. Sulit baginya memperbaiki kekecewaan publik terkait kebijakan yang sudah membekas dalam kehidupan luas. Deringan bel yang memancing salivasi publik agar tetap menjaga harapan, tidak menarik perhatian. Pidato Jokowi saat pembukaan Konferensi Asia Afrika agar bangsa-bangsa Selatan tidak menggantungkan diri pada institusi ekonomi global, seperti Bank Dunia, IMF, dan ADB yang terbukti gagal hanya terdengar seperti retorika plastis.

Sikap teguhnya menjalankan kebijakan hukuman mati atas kasus narkoba malah memercikkan problem keadilan, seperti pada kasus Mary Jane, seorang buruh migran Filipina yang diperalat membawa heroin. Ketegasan menolak semua permohonan ampun malah memperlihatkan watak kekakuan politik yang tidak pada tempatnya.

Desain ekonominya semakin sulit untuk tidak dikatakan bernapaskan neoliberalisme, terkesan teknokratis, tetapi tidak matang. Desain politiknya masih belum deliberalif dan demokratis. Desain hukum semakin menegaskan tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Desain kebudayaan, dan tidak cukup terlihat kecuali minatnya pada industri kreatif, belum berangkat dari akar-akar kebudayaan nasional.

Inilah anomali demokrasi yang lahir oleh citra media, dan bukan terbentuk oleh karakter ideologi-politik yang kuat dan inspiratif. Sulit mencari sosok seperti Soekarno dan Gus Dur yang kuat dalam pemikiran demokrasi dan mantap dalam tindakan. Jokowi menjadi contoh anomali demokrasi berbasiskan pencitraan. Penamaan Kabinet Kerja bisa menjadi fakta sublim atas gagalnya membentuk kabinet visioner dengan kebijakan-kebijakan fundamental yang menyejahterakan dan membahagiakan.

Anomali demokrasi adalah katastrofi politik-ekonomi, yang membuat semangat nasional untuk perubahan menjadi kuyu dan hanya bisa menepuk dada.

Teuku Kemal Fasya
Dosen Antropologi Universitas Malikussaleh dan Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Aceh

Berita Rekomendasi

* Artikel ini telah ditayangkan di Harian Kompas edisi Sabtu (2/5/2015).

Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas