Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pihak Bareskrim Polri Sebut Ada 'Orang Kuat' Coba Intervensi Kasus Korupsi Kondensat

Selain itu, lima saksi kunci juga sudah dimintai keterangan

Penulis: Abdul Qodir
zoom-in Pihak Bareskrim Polri Sebut Ada 'Orang Kuat' Coba Intervensi Kasus Korupsi Kondensat
Tribunnews.com/Abdul Qodir
Penyidik Direktorat II Bareskrim menggeledah dan mencari barang bukti dokumen di lorong kantor SKK Migas, Jakarta, Selasa (5/5/2015). Penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) penjualan kondensat bagian negara oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas;sebelumnya BP Migas) kepada PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (PT TPPI) pada 2009-2010. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri tengah menyidik kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam penjualan kondensat negara dari BP Migas (sekarang; SKK Migas) ke PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (PT TPPI) pada 2009 hingga 2011 dengan kerugian negara mencapai Rp 2 triliun.

Nama adik Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo turut disebut-sebut terkait kasus tersebut selaku pendiri atau pemegang saham PT TPPI.

Direktur II Tipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Victor E Simanjuntak menjelaskan, pihaknya memang tengah menelusuri dugaan sejumlah pihak yang diduga terlibat kasus ini.

Namun, sampai saat ini baru menetapkan seorang tersangka berinisial DH.

DH yang dimaksud disebut-sebut Djoko Harsono selaku Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas pada saat itu.

Selain itu, lima saksi kunci juga sudah dimintai keterangan dan telah melakukan penggeledahan di kantor SKK Migas dan PT TPPI.

Namun, Victor enggan 'buka mulut' mengenai latar belakang para saksi. Sebab, ada pihak tertentu alias 'orang kuat' yang berusaha mengintervensi penanganan kasus ini hingga mengancam menggeser dari jabatannya.

BERITA TERKAIT

"Apakah pihak yang mengancam Anda itu terkait orang parpol?"

"Yang ngancam iseng saja kali," kata Victor kepada Tribunnews.com.

Menurut Victor, para penyidiknya belum mengembangkan kasus ini terhadap keterlibatan para pemegang saham PT TPPI.

Namun, ia mengakui ada pihak dari perusahaan tersebut yang akan dimintakan pertanggungjawaban.

"Belum sampai ke pemegang saham," ujarnya.

Victor sendiri mengaku belum mengetahui jika salah seorang pendiri atau pernah menjadi pemegang saham itu adalah Hashim Djojohadikusumo.

"Saya belum tahu itu," katanya.

Yang jelas, lanjut Victor, saat ini pihaknya masih fokus mencari alat bukti keterlibatan pihak-pihak yang menikmati aliran dana dari hasil penjualan kondensat PT TPPI sehingga merugikan negara hingga Rp 2 triliun.

"Prioritas kami saat ini adalah menelusuri aliran dana," katanya.

Melalui pernyataan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Hashim Djojohadikusumo sendiri telah memberikan penjelasan perihal namanya yang turut dikaitkan kasus tersebut.

Ia menjelaskan, memang dirinya bersama dengan Njoo Kok Kiong alias Al Njoo dan Honggo Wendratno mendirikan PT TPPI pada 1995. Adapaun komposisi kepemilikan saham di perusahaan tersebut pada saat itu, Hashim Djojohadikusumo sebesar 50, selebihnya dimiliki oleh Al Njoo dan Honggo.

Pada 1998, Hashim mengaku menyerahkan seluruh saham miliknya di TPPI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk menyelesaikan utang piutang grup Tirtamas (sebagai pemilik) kepada para pihak yang sebagian besar adalah BUMN dan institusi keuangan negara.

Setelah penyerahan seluruh saham tersebut, Hashim mengaku sama sekali tidak terlibat di TPPI. Bahkan, proses restrukturisasi PT TPPI oleh BPPN pada 2002 tanpa melibatkannya maupun Al Njoo.

Ia kembali menegaskan, sejak 2004 dan restrukturisasi TPPI yang dilakukan oleh BPPN itu, dirinya tidak lagi menjadi pemegang saham, komisaris, anggota direksi maupun kuasa hukum dari PT TPPI.

"Sehingga saya tidak terkait dengan segala kebijakan, keputusan maupun transaksi yang dilakukan oleh PT TPPI, termasuk kasus penjualan kondensat yang terjadi pada tahun 2008-2011," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas