Kuasa Hukum Fuad Amin Sebut KPK Tidak Berwenang Memeriksa TPPU
penyidik dan penuntut umum KPK belum berwenang untuk melakukan penyidikan dan penuntutan
Penulis: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam eksepsi atau nota keberatan terdakwa Mantan Bupati Bangkalan, Jawa Timur, Fuad Amin Imron atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa penyidik lembaga antirasuah itu tidak berwenang dan memeriksa Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Penyidik dan JPU pada KPK tidak berwenang untuk memeriksa dan menuntut perkara TPPU yang dilakukan oleh terdakwa sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU," kata salah satu kuasa hukum Fuad Amin, Rudy Alfonso, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Rudy menilai, kewenangan untuk melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap dugaan TPPU sebelum diundangkannya UU Nomor 8 Tahun 2010 tanggal 22 oktober 2010 adalah penyidik Polri dan atau Kejaksaan Negeri sesuai pasal 33 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang TPPU.
Sehingga menurutnya, penyidik dan penuntut umum KPK belum berwenang untuk melakukan penyidikan dan penuntutan terkait dalam membuka rekening atas nama dan atau identitas orang lain, dalam menelusuri pembelian polis asuransi, membeli kendaraan bermotor, dan membeli sejumlah tanah dan bangunan.
"Oleh karena itu, untuk dakwaan mengenai dugaan TPPU yang dilakukan terdakwa, penuntut umum pada KPK tidak berwenang untuk melakukan penuntutan," ujarnya.
Sebelumnya, mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron didakwa oleh JPU KPK melakukan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tak tanggung-tanggung, TPPU yang dilakukan oleh Fuad Amin mencapai puluhan miliar rupiah.
Jaksa Penuntut Umum pada KPK yang membacakan dakwaan Fuad Amin, mengatakan, harta kekayaan Ketua DPRD Bangkalan nonaktif itu yang ditempatkan di penyedia jasa keuangan seluruhnya mencapai Rp 904,391 juta dan 184.155 Dollar AS atau sekitar Rp 2,39 miliar.
Untuk rekening lain selain rekening tersebut masih berlanjut sampai tahun 2014, untuk pembayaran asuransi sejumlah Rp 6,97 miliar, untuk pembayaran pembelian kendaraan bermotor sejumlah Rp 2,214 miliar, untuk pembayaran pembelian tanah dan bangunan sejumlah Rp 42,425 miliar, sehingga totalnya mencapai Rp 54,903 miliar.
"Padahal selaku Bupati Bangkalan dalam kurun waktu 13 Oktober 2003 sampai September 2010 (pendapatan) seluruhnya (hanya) mencapai Rp 3,69 miliar," ujar Jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (7/5/2015) lalu.
Jaksa menjelaskan, pendapatan Fuad dari awal menjadi Bupati Bangkalan dalam kurun waktu 13 Oktober 2003 sampai 21 Oktober 2010.
Menurut Jaksa saat Fuad Amin, pada periode Maret-Desember 2003 sejumlah Rp 176,984 juta dari gaji, upah pungut PBB dan honor kegiatan.
Kemudian, Januari-Desember 2004 sebesar Rp 348,656 juta dari gaji, upah pungut PBB dan honor kegiatan. Lalu, Januari-Desember 2005 sejumlah Rp 377,305 juta dari gaji, upah pungut PBB dan honor kegiatan.
Januari-Desember 2006 sejumlah Rp 528,484 juta dari gaji, upah pungut PBB dan honor kegiatan.
Selanjutnya, Januari-Desember 2007 sejumlah Rp 839,170 juta dari gaji, upah pungut PBB dan honor kegiatan. Januari-Desember 2008 sejumlah Rp 683,53 juta dari gaji, upah pungut PBB dan honor kegiatan.
Januari-Desember 2009 sejumlah Rp 367,414 juta dari gaji, upah pungut PBB dan honor kegiatan. Januari-September 2010 sejumlah Rp 369,310 juta dari gaji, upah pungut PBB dan honor kegiatan.
"Padahal LHKPN Fuad per 27 Agustus 2002 memiliki harta kekayaan sebesar Rp 1,73 miliar. Terdakwa sebagai Bupati Bangkalan menerima dari PT MKS dari Juni 2009-September 2010 sejumlah Rp 800 juta. Selain itu juga menerima dari Pemotongan realisasi SKPD di Kabupaten Bangkalan sejumlah Rp 194,250 juta dan penerimaan dari penempatan calon PNS sejumlah Rp 20,174 miliar," ujar Jaksa.
Dengan demikian, menurut Jaksa untuk diketahui atau patut diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan jabatan terdakwa selaku Bupati Bangkalan dari Maret 2003-September 2010 karena penghasilan resmi Fuad Amin sebagai bupati Bangkalan tidak sebanding dengan harta kekayaan yang dimiliki terdakwa.
Akibat perbuatannya, Fuad Amin, diancam dengan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun kurungan dan denda Rp 15 miliar.