Chandra Motik Dukung KPK Ajukan PK Atas Kekalahannya Melawan Ilham
Pengadilan pun mengabulkan gugatan mantan Wali Kota Makassar itu, yang menuding KPK tidak punya dua alat bukti yang sah.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Ketua Ikatan Alumni (Iluni) Universitas Indonesia, Chandra Motik mengaku heran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bisa dikalahkan dalam sidang praperadilan mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin.
Ia juga tidak habis pikir, mengapa lembaga anti rasuah itu bisa menggunakan salinan surat untuk menetapkan Ilham Arief Sirajuddin. Alhasil, pengadilan pun mengabulkan gugatan mantan Wali Kota Makassar itu, yang menuding KPK tidak punya dua alat bukti yang sah.
"Saya rasa KPK tidak begitu bodohnya, kok bisa, ini apa yang salah, KPK atau ada oknum di dalam KPK yang salah," kata Chandra Motik kepada wartawan usai menghadiri diskusi "Presiden Diabaikan: Saatnya Reformasi Total Kepolisian Untuk Selamatkan Demokrasi," di gedung Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Jakarta Pusat, Rabu (13/5/2015),
Seharusnya KPK bisa menyajikan alat bukti yang asli, bukan sekedar salinan fotokopi. Karena menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), alat bukti yang sah adalah yang asli, dan bukan salinan berbentuk fotokopi.
"Memang dalam hukum acara, harus ada yang asli. Bisa gak dicari aslinya? kalau ada, itu dimana ? Sekarang kan kita terkotak kotak hukum acara, kalau tidak ada aslinya, tidak bisa," ujarnya.
Ia pun mendukung KPK untuk mengajukan proses hukum lanjutan terhadap putusan Pengadilan Jakarta Selatan yang memenangkan gugatan mantan Wali Kota Makassar itu. Selain itu KPK kata dia juga harus mampu menyajikan alat bukti yang asli, atau setidaknya dokumen resmi yang bisa menjelaskan hal yang sama, dan bukan salinan berupa fotokopi.
Mantan Wali Kota Makassar itu sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer, untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar, tahun anggaran 2006-2012, pada 7 Mei 2014.
Ilham dituduh melakukan korupsi sehingga merugikan negara hingga Rp 38,1 miliar. Saat ditetapkan sebagai tersangka pada 7 Mei 2014 lalu. Namun Ia sama sekali belum pernah diperiksa penyidik setelahnya.
Dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin (12/5), gugatan Ilham pun dimenangkan. Hakim tunggal Yuningtyas Upiek memutuskan untuk memenangkan gugatan Ilham. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka Ilham oleh KPK tidak didukung dua alat bukti yang cukup.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.