Respons Hadi Poernomo atas Kemenangan Praperadilan
Atas dasar inilah tidak ada yang menang dan yang kalah," kata Hadi
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo menanggapi putusan gugatan praperadilan penetapan tersangkanya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, adalah bagian upayanya mencari keadilan lewat proses hukum yang ada.
Baginya, tak ada yang menang atau kalah dari putusan ini.
"Atas dasar inilah tidak ada yang menang dan yang kalah," kata Hadi usai persidangan putusan praperadilan penetapan tersangkanya di PN Jaksel, Jakarta, Selasa (26/5/2015).
'Kemenangan' Hadi Poernomo disampaikan oleh hakim Haswandi yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan gugatannya, di antaranya menyatakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh KPK adalah tidak sah. Sang hakim pun meminta penyidikan kasus Hadi dihentikan.
Bagi Hadi, peristiwa ini bagian dari upanya menempuh proses hukum yang ada. "Ini suatu proses hukum yang saya katakan pada saat saya ditetapkan sebagai tersangka pada 21 April 2014, bahwa saya akan ikuti hukum yang berlaku," ujarnya.
Menurut Hadi, dirinya hanya berupaya mencari keadilan dengan menempuh proses hukum yang ada, yakni praperadilan.
Bagi Hadi, tak ada yang menang atau kalah atas adanya putusan ini. Menurutnya, yang benar adalah proses hukum praperadilan yang disertai fakta dan bukti yang sah itu sendiri.
Hadi masih 'wait and see' untuk langkah hukumnya ke depan. Ia enggan berandai-andai, termasuk upaya hukum lain yang akan dilakukan oleh pihak KPK terhadap putusan praperadilan ini maupun kasusnya.
Selain komentar singkatnya ini, Hadi sempat mengucapkan hamdallah dan langsung mengenakan peci hitam sesaat hakim Haswandi mengetuk palu 'kemenenangannya' dalam persidangan.
Sebelumnya, KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka korupsi karena sewaktu menjadi Dirjen Pajak pada 2003, diduga menyalahgunakan wewenang dengan meloloskan atau mengabulkan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia (BCA) Tbk periode 1999 senilai Rp 5,75 triliun dengan potensi kerugian negara awal mencapai Rp 375 miliar.
Pada awal Mei 2015, ia mengajukan praperadilan ke PN Jaksel dengan gugatan penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan rumahnya yang dilakukan pihak KPK.