KY Beri Sinyal Buka Lagi Penyelidikan Kasus Bisnis Anak Hakim Agung dan Pengacara
Kasus tersebut dianggap menabrak kode etik hakim dan mengandung konflik kepentingan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) memberikan sinyal akan melanjutkan kasus keluarga enam hakim agung yang berkongsi mengelola bisnis rumah sakit bersama seorang pengacara Safitri Hariyani Saptogino.
Kasus tersebut dianggap menabrak kode etik hakim dan mengandung konflik kepentingan.
"Kalau ada pihak yang bisa menemukan indikasi pelanggaran kode etik tentu KY wajib menindaklanjuti," ujar Komisioner Komisi Yudisial, Imam Anshori Saleh kepada Tribunnews.com, Senin(22/6/2015).
Menurut Imam, sebelumnya Komisi Yudisial (KY) memang sudah menyelidiki perkara tersebut, hanya saja saking rapihnya bisnis tersebut, KY kesulitan menemukan bukti-bukti yang ada mengenai pelanggaran kode etik dan perilaku hakim.
"Saking rapinya bisnis itu sehingga tidak meninggalkan jejak," ujar Imam.
Bersih-bersih Mafia Peradilan
Lebih jauh Imam menjelaskan perkara bisnis rumah sakit di Cikampek yang dikelola keluarga enam hakim agung tersebut bisa saja menjadi pencetus adanya praktik mafia peradilan.
Namun, lanjut Imam, KY memiliki kewenangan terbatas, sehingga perkara tersebut tidak bisa menjadi 'treager' pembersihan mafia di peradilan.
"Wewenang KY sangat terbatas. Ada kewenangan melakukan penyadapan misalnya tapi harus meminta bantuan penegak hukum. Sementara Polri menolak melakukan karena KY tidak bergerak dalam penanganan tindak pidana, hanya seputar etika," kata Imam.
Wewenang yang sudah jelas diatur Undang-undang kata Imam dan menjadi kewenangan KY pun berusaha diamputasi oleh Mahkamah Agung (MA).
"Walaupun tekad untuk menghapus praktik mafia peradilan tetap ada, mesti dengan hati-hati dan selalu on the track," ujarnya.
Untuk diketahui, berdasarkan pemberitaan majalah Tempo beberapa waktu silam, ditemukan adanya dugaan bisnis keluarga enam anak hakim agung bersama pengacara bernama Safitri Hariyani Saptogino.
Bisnis berupa rumah sakit di Cikampek, Jawa Barat tersebut terendus tidak lama usai perkara PK kasus gembong narkoba yang juga pemilik pabrik ekstasi di Surabaya Hanky Gunawan divonis hukuman mati dalam putusan kasasi MA.
Putusan diketok palu pada Agustus 2011. Dalam sidang PK, majelis hakim yang beranggotakan hakim agung Imron Anwari, Ahmad Yamanie dan Nyak Pha mengubah hukuman Hanky Gunawan menjadi 15 tahun penjara.