Revisi PP JHT, Presiden Beri Pengecualian Bagi yang Putus Kerja
Presiden memutuskan untuk segera merevisi Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2015 tentang Pengelolaan Jaminan Hari Tua.
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo memanggil Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Elvyn G Masassya, terkait polemik Jaminan Hari Tua (JHT).
Setelah mendengarkan penjelasan mereka, Presiden memutuskan untuk segera merevisi Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2015 tentang Pengelolaan Jaminan Hari Tua.
Menurut Presiden, revisi PP bisa lebih cepat dilakukan daripada merevisi undang-undang karena harus melalui proses konsultasi dengan DPR. “Kalau revisi PP kan bisa lebih cepat," kata pria yang akrab disapa Jokowi, melalui keterangan tertulis, Jumat (3/7/2015).
Presiden menyatakan, sebenarnya kebijakan yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan tidak keliru, karena lembaga ini hanya menjalankan amanat undang-undang.
Menurut Presiden, revisi PP hanya akan dilakukan pada pasal yang mengatur pencairan JHT. Dalam pandangan Presiden, aturan terhadap pekerja yang terkena PHK dan bagi pekerja yang tak lagi bekerja atau mengundurkan diri memang perlu dikecualikan. Dengan demikian, mereka bisa mencairkan JHT sesegera mungkin.
“Mungkin UU SJSN bagus untuk mempersiapkan masa tua para pekerja seperti di negara yang industrialisasinya sudah mapan. Tapi jangan lupa, sebagian dari kita masih memikirkan hidup hari ini dan besok,” kata Presiden.
Dengan revisi PP tersebut, Presiden berharap polemik tentang JHT yang meresahkan para pekerja segera usai karena mereka tetap memperoleh haknya jika terkena PHK ataupun putus kerja.