Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MA Diharapkan Awasi Perkara Lain OC Kaligis

Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) diminta untuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap proses peradilan di Indonesia.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in MA Diharapkan Awasi Perkara Lain OC Kaligis
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Tersangka kasus suap hakim PTUN Medan OC Kaligis memasuki gedung KPK untuk diperiksa di Jakarta, Rabu (15/7/2015). Pengacara kondang itu diduga menyuap hakim PTUN Medan guna memuluskan kasus yang dia tangani. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) diminta untuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap proses peradilan di Indonesia.

Terbongkarnya kasus suap oleh kantor pengacara OC Kaligis terhadap majelis hakim di PTUN Medan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi bukti bahwa korupsi peradilan masih eksis.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting menilai praktik korupsi peradilan terjadi karena tidak terkoordinasinya pengawasan yang dilakukan Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) serta organisasi profesi untuk advokat.

Pihak KY sudah melaporkan beberapa rekomendasi namun belum ada yang direspon MA terkait dengan kinerja para hakim saat menjalani persidangan.

"Apa yang terjadi di Medan adalah warning, harus menjadi perhatian bagi para hakim terhadap upaya-upaya tidak jujur dari pihak yang berperkara. Putusan harus berdasarkan fakta dan pembuktian selama persidangan. Jadi semua pihak harus jujur dalam menangani perkara," tegas Miko dalam keterangannya, Rabu (15/7/2015).

Dalam kesempatan terpisah, pengamat hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Choirul Huda, meminta agar pengawasan terhadap pihak-pihak yang tertangkap tangan melakukan suap semakin diperketat.

Kuat diduga praktik suap itu juga terjadi pada kasus yang kini melibatkan kantor pengacara OC Kaligis.

Berita Rekomendasi

"Praktik suap semacam ini adalah mental. Sangat mungkin hal yang sama juga dilakukan pada kasus lain, apalagi jika nilai perkaranya lebih menarik dan menawarkan keuntungan yang lebih besar. MA dan KY harus lakukan pengawasan lebih ketat kepada hakim-hakim dan perangkat pengadilan lainnya," tegas Choirul Huda.

Seperti diketahui saat ini kantor pengacara OC Kaligis sedang menangani perkara gugatan perdata senilai US$ 125 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun kepada Jakarta Intercultural School (JIS). Dalam kasus ini OC mewakili TPW, ibu salah satu murid di JIS yang mengaku mengalami kekerasan seksual yaitu MAK.

Dalam persidangan kasus perdata ini, terungkap sejumlah kejanggalan yang disampaikan oleh saksi-saksi. Di antaranya adalah keterangan tertulis dari Dr. Osmina dari RSPI yang menyatakan bahwa TPW telah menyalahgunakan surat rujukan yang dia keluarkan.

Surat yang harusnya digunakan untuk mengurus klaim asuransi anaknya, MAK, justru digunakan sebagai bukti adanya kasus kekerasan seksual terhadap MAK.

Padahal, seperti keterangan sang dokter, surat tersebut dibuat tanpa melalui prosedur pemeriksaan bagi korban yang diduga mengalami kekerasan seksual, sehingga hasilnya tidak valid.

Celakanya surat keterangan RSPI tersebut dijadikan dasar bagi majelis Hakim sidang pidana dalam menjatuhkan vonis 7-8 tahun penjara kepada 5 pekerja kebersihan PT ISS yang didakwa melakukan kekerasan seksual terhadap MAK.

Pengacara JIS Judiati Setyoningsih mengatakan, Dr. Osmina dari RSPI telah mencabut surat keterangan yang digunakan oleh penggugat sebagai bukti di sidang perdata kasus ini.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas