Mantan Direktur PT Bursa Berjangka Dituntut 4 Tahun Penjara
Mantan Direktur PT Bursa Berjangka Jakarta, Moch Bihar Sakti Wibowo dituntut hukuman empat tahun penjara
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur PT Bursa Berjangka Jakarta, Moch Bihar Sakti Wibowo dituntut hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK.
Penjatuhan tuntutan itu, Bihar diyakini ikut terlibat menyuap Syahrul Raja Sempurnajaya ketika menjabat Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sejumlah Rp 7 miliar, guna memuluskan pemberian izin usaha lembaga kliring berjangka PT Indokliring Internasional.
"Menuntut supaya Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa Penuntut Umum KPK, Haerudin membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (27/7/2015)
Jaksa memaparkan, suap ini bermula dari kebutuhan PT BBJ mendapatkan izin usaha pendirian lembaga kliring berjangka sendiri PT Indokliring Internasional dari Bappebti. Atas rencana pendirian PT Indokliring Internasional, Syahrul Raja menurut Jaksa, meminta saham sebanyak 10 persen atau senilai Rp 10 miliar dari modal awal yakni Rp 100 miliar untuk pendirian lembaga kliring berjangka tersebut.
Permintaan ini kemudian disampaikan kepada Bihar Sakti Wibowo dan mantan Direktur Kliring Berjangka Indonesia Surdiyanto Suryodarmojo untuk kemudian diteruskan ke direksi pada Juki 2012.
Permintaan saham oleh Syahrul kembali disampaikan pada 10 Juli 2012 dalam rapat antara dewan komisaris dengan direksi PT BBJ. Atas permintaan ini, Direktur Keuangan PT BBJ Roy Sembel mengusulkan agar diberikan dalam bentuk uang tunai tidak dalam bentuk saham.
Sementara dalam rapat umum pemegang saham luar biasa PT BBJ, Komisaris BBJ Kristanto Nugroho juga menyampaikan adanya permintaan saham 10 persen atau senilai Rp 10 miliar dari Syahrul Raja, serta menanyakan bagaimana mekanisme pengeluaran dana pra operasional tersebut.
"Hendra Gondawijaja mengatakan kami semua mengerti adanya kebutuhan dana untuk mendapatkan suatu perizinan memang perlu suatu perlobian dan dari jajaran kita yang ada disini yang saya anggap paling bisa menembus dan ngomong lobi ke sana (Bappepti) adalah Hassan Widjaja,"kata Jaksa Haerudin.
Setelah terbentuknya lembaga kliring berjangka PT Indokliring Internasional pada 27 Juli 2012, Sherman Rana menelepon Hassan Widjaja mengingatkan agar segera menemui Syahrul Raja untuk melakukan klarifikasi dan negosiasi mengenai permintaan saham sebesa 10 persen atau senilai Rp 10 miliar.
Selanjutnya dilakukan pertemuan antara Hassan Widjaja dengan Syahrul Raja di kantor Bappebti di Kramat Raya, Jakpus pada Juli 2012 yang menyepakati pemberian uang tunai Rp 7 miliar.
Untuk merealisasikan permintaan Syahrul, pada 1 Agustus 2012, Hassan Widjaja meminta Bihar Sakti Wibowo untuk menyiapkan uang Rp 7 miliar. "Yang diambil dari modal awal PT Indokliring Internasional," kata Haerudin.
Uang Rp 7 miliar yang sudah disiapkan terdiri dari 600 ribu dollar Singapura dan Rp 1 miliar, lantas diserahkan Bihar Sakti kepada Syahrul Raja di Cafe Lulu Kemang Arcade, Jaksel pada 2 Agustus 2012.
"Terdakwa Bihar Sakti Wibowo memberikan tas abu-abu strip biru berisi uang Rp 7 miliar kepada Syahrul Raja Sempurnajaya," kata Haerudin.
Setelah uang diserahkan pada tanggal 3 Agustus 2012, Sherman Rana Khrisna selaku Komisaris Utama PT Indokliring Internasional bersama-sama dengan Direktur Utama PT Indokliring Internasional Hendra Gondawidjaja mengajukan permohonan izin usaha lembaga kliring berjangka ke Kepala Bappebti yang dijabat Syahrul Raja Sempurnajaya.