Jangan ada Upaya Melegalkan Calon Tunggal
Jadi jangan ada upaya-upaya dari partai politik entah dalam bentuk apapun untuk melegalkan calon tunggal dalam pilkada apapun alasannya.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai-partai politik dinilai tidak konsisten dalam menanggapi isu terkait calon tunggal kepala daerah yang akan maju dalam pilkada serentak.
Seharusnya sebagai pembuat UU, partai politik menyadari bahwa adanya kompetisi adalah bagian dari penyelenggaraan demokrasi.
“Jadi jangan ada upaya-upaya dari partai politik entah dalam bentuk apapun untuk melegalkan calon tunggal dalam pilkada apapun alasannya. Jangan sampai hanya karena tidak ada calon lain dalam pilkada dikeluarkan perpu. Kalau ada calon tunggal berarti tidak ada demokrasi,” ujar Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna ketika dihubungi, Rabu (29/7/2015).
Partai politik harus menyadari bahwa adanya pilihan yang dibuktikan dengan adanya minimal dua pasangan calon adalah keharusan dalam demokrasi. Kalau tidak ada pilihan lanjut Guru Besar UI ini lagi maka tidak ada demokrasi.
“Kalau memang dilegalkan adanya satu pasangan, maka nanti bisa merembet kemana-mana. Politik uang pun bisa menjadi-jadi. Bayangkan saja kalau dilegalkan satu calon yang kuat dengan pendanaan bisa membayar pasangan lain untuk mundur sehingga tidak ikut dalam pilkada. Buat sang “pendamping” seperti ini kan tentunya lebih enak menerima bayaran tanpa harus bertanding,” katanya.
Dia pun membandingkan perlunya calon lain dalam pilkada serentak seperti halnya tender proyek di pemerintahan. Ini agar pemerintah memiliki pembanding agar bisa memilih pemenang yang terbaik.
“Kalau cuma satu, bagaimana pemerintah sebagai kuasa anggaran menentukan yang terbaik yang mana? Aturan ini kan dibuat juga untuk menghindari permainan, sehingga ada kewajiban untuk ada tender. Pemilu ini ibaratnya tender yang harus ada beberapa calon agar masyarakat yang memilih bisa memilih yang terbaik,’ ujarnya.
Dalam tender kewajiban pemerintah untuk mencari peserta lelang sebanyak-banyaknya. Kalau cuma ada satu peserta maka tender terpaksa dibatalkan.
”Begitu juga dengan pilkada, kalau memang tidak ada pesaingnya, maka pilkada serentak harus dibatalkan,” katanya.
Dia pun mengingatkan bahayanya mendukung calon tunggal dalam pilkada serentak nanti pada saat pilpres. Dengan alasan yang sama bisa saja aturan calon tunggal nanti diaplikasikan dalam pilres untuk melegalkan dan mengembalikan otoriannisme dan menghilangkan demokrasi.
Dia pun menyoroti partai-partai seperti PDIP, Partai Demokrat, Partai Gerindra, PKB, Partai Hanura, Partai Nasdem yang juga tidak demokratis karena dalam kongres yang mereka selenggarakan hanya memunculkan calon tunggal sebagai ketua umum.