Belum Ada Perubahan 12 Daerah Ini Batal Ikuti Pilkada Serentak
"Perpanjangan pendaftaran dari tanggal 1 sampai 3 Agustus, sekarang tahap sosialisasi perpanjangan pendaftaran calon,"
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ferry Kurnia Rizkiyansyah menegaskan pihaknya memberikan perpanjangan waktu pendaftaran selama tiga hari bagi daerah yang hanya memiliki calon tunggal atau belum memiliki pasangan calon untuk maju dalam Pilkada serentak 9 Desember mendatang.
Sesuai dengan peraturan KPU (PKPU) 12 tahun 2015 pasal 89, jika terdapat pasangan calon kurang dari dua maka KPU kembali akan membuka waktu pendaftaran pasangan calon selama tiga hari.
"Perpanjangan pendaftaran dari tanggal 1 sampai 3 Agustus, sekarang tahap sosialisasi perpanjangan pendaftaran calon," kata Ferry di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, (Rabu (29/7/2015).
Berdasarkan data terkini menurut Ferry terdapat 11 daerah yang hanya memiliki calon tunggal dan satu daerah yang belum memiliki pasangan calon. Daerah terdebut yakni, Kabupaten Asahan (Sumatera Utara), Kabupaten Serang, (Banten), Kabupaten Tasikmalaya (Jabar), Kabupaten Purbalingga (Jateng), Kabupaten Pacitan (Jatim), Kabupaten Blitar (Jatim), Kota Surabaya (Jatim), Kabupaten Timur Tengah Utara (NTT) Kabupaten Minahasa Selatan (Sulut), Kota Samarinda (Kaltim), dan Mataram (Nusatenggara Barat). Dan satu daerah yang belum memiliki pasangan calon sama sekali yakni kabupaten Bolaang Mongondow (Sulut).
"Regulasi yang kita buat sudah menegaskan apabila nanti 3 Agusutus calonnya masih tetap satu, atau tidak ada lagi yang mendaftar, maka kita akan undur sampai Pilkada serentak berikutnya tahun 2017," katanya.
Menurut Ferry penundaan Pilkada bagi daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon berpijak pada penyelenggaraan pemilu yang harus demokratis. Sementara itu penundaan hingga 2017, lantaran waktu tahapan persiapan dan pelaksanaan pilkada yang cukup ketat. Mulai dari persiapan logistik hingga menghadapi sengketa pilkada.
"Makanya ruang kenapa harus demokratis dan tidak, ya kita undur kalau calonnya hanya satu. Kan yang namanya kompetisi dalam kontestasi politk ya minimal dua (calon) dia bertarung, kalau cuma satu kita undur," ujarnya.
Menyikapi calon tunggal dan tidak adanya calon, KPU tidak dapat mengintervensinya. Untuk meimimalisir hal tersebut KPU hanya bisa melakukan sosialisasi kepada setiap daerah. Lembaga penyelenggara pesta demokrasi tersebut menyerahkan sepenuhnya kepada Partai Politik untuk melakukan proses penjaringan bakal calon sebaik mungkin.
"Treatment-nya sama seluruh daerah dipahami sama, bahwa ada beberapa daerah terjadi seperti itu kan hanya beberapa daerah. Dari 269 kan cuma 12 daerah. jadi treartmennya sama. Kita tidak juga mengarah pada kabupaten, kota, atau provinsi tertentu, kenapa dia muncul calon tunggal. Ini tinggal bagaimana mereka melakukan pross penjaringan saja," tuturnya.
Begitu juga dengan kekhawatiran munculnya calon boneka. Ferry mengatakan KPU tidak bisa mengawasi, memantau, atau mengintervisanya. KPU hanya menyelenggarakan Pilkada yang prosesnya menyiapkan aturan atau mekanisme yang ada. Sementara itu mengenai Calon peserta Pilkada menurut Ferry itu merupakan kewenagan masing-masing partai. Selama memenuhi syarat, calon tersebut dapat menjadi peserta Pilkada.
"Bahwa ada calon-calon seperti itu (boneka) diusung partai kita tidak punya kewenangan masuk ke arah sana. Kita tidak bisa masuk ke partai dan bilang calonnya harus kayak begini atau begitu kan tidak tidak bisa. Bukan lagi menjadi ranah kita,"katanya.
Ferry mengaku belum dapat mendeteksi secara komprehensif minimnya calon yang mendaftar menjadi peserta pilkada di sejumlah daerah. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya calon tunggal. Menurutnya kondisi tersebut diakibatkan oleh konstelasi politik seperti kondisi koalisi dan konflik partai.
"Tapi itu kan ranah partai," katanya.
Untuk menambal lubang aturan fenomena calon tunggal tersebut Ferry berpendapat mesti lewat undang-undang. Pihaknya hanya bisa meminimalisir dampak yang terjadi akibat dari adanya "lubang" aturan tersebut.
"Ya mesti lewat Undang-undang, banyak opsinya," katanya.