Amir Syamsuddin: Jangan Saling Melempar Soal Pasal Penghinaan Presiden
Mantan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin meminta semua pihak tak perlu saling lempar terkait pasal penghinaan presiden.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Y Gustaman
![Amir Syamsuddin: Jangan Saling Melempar Soal Pasal Penghinaan Presiden](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20140827_151347_amir-syamsuddin-kunjungi-kpk.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Istana Negara menyebut draf revisi KUHP sebetulnya telah diajukan sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Termasuk pasal penghinaan terhadap presiden.
Menteri Hukum dan HAM era SBY, Amir Syamsuddin berkomentar mengenai pasal tersebut. "Tidak perlu lempar-melempar. Dari dulu kalau tidak mau diajukan bisa saja. Sejarahnya ada," kata Amir ketika dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Kamis (6/8/2015).
KUHP saat ini merupakan warisan Belanda. Sehingga lahirlah RUU KUHP yang akan dibahas pemerintah dan DPR. Amir mengatakan Mantan Menteri Kehakiman Muladi bersama Andi Hamzah merancang RUU KUHP.
Kemudian pada 2006, pasal KUHP yang berkaitan penghinaan kepala negara dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). "Tapi kalau dicermati kalimatnya, unsurnya tidak persis sama. Kalau Anda baca, tidak persis copy paste. Itu perancang yang mengerjakan Profesor Muladi dengan segala landasan flosofisnya," kata dia.
"Saya kira kita melihat memang ingin lindungi simbol kepala pemerintahan agar tidak mendapat perlakuan yang tidak pantas. Saya kira sangat wajar sekali," tambah politikus Demokrat itu.
Ia kembali menekankan perancang RUU KUHP yakni Muladi, Andi Hamzah dan Indriyanto Seno Aji.
"Sebagian besar sudah banyak yang meninggal. Sebelum era saya sudah masuk, dilakukan revisi. Tidak menyoroti pasal yang dipersoalkan sekarang ini," sambung Amir.
Sebelumnya diberitakan, Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, menjelaskan draf revisi KUHP sebetulnya telah diajukan sejak pemerintahan Presiden SBY. Namun, saat itu pembahasannya belum tuntas.
"Putusan MK kan tahun 2006. Kemudian pemerintahan SBY usulkan 2012, tapi tidak tuntas pembahasannya, sehingga dikembalikan lagi pada pemerintah. Lalu oleh Menkum HAM sama DPR diputuskan untuk masuk dalam prolegnas tahun 2015. Jadi secara substansi sebenarnya hampir sama dengan yang diusulkan pemerintahan lalu," kata Teten.
Menurut Teten, revisi KUHP soal pasal penghinaan presiden tengah disusun agar lebih matang. Dengan tujuan hasil revisi ini memberikan interpretasi penegakan hukum yang lebih jelas.
"Kalau sekarang yang di KUHP itu pasal karet, siapa pun bisa dikenakan tergantung interpretasi penegak hukum. Kalau yang di RUU yang baru itu pasalnya lebih tegas," imbuh dia.