Kemenag Tak Siap E-Hajj, Calhaj Jadi Korban
Kisruh keterlambatan visa yang terjadi semata-mata karena ketidaksiapan Kementerian Agama RI terhadap sistem dokumentasi yang dipersyaratkan e-hajj.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberangkatan jemaah haji Indonesia Tahun 2015 (1436 H) telah dimulai sejak Jumat (20/8/2015) pekan lalu. Optimisme Kementerian Agama akan lancarnya pelaksanaan haji tahun ini, ternyata masih menjadi keinginan semata. Masalah pun mulai bermunculan. Salah satunya soal keterlambatan visa bagi calon haji yang akan berangkat.
Penerapan sistem elektronik penyelenggaraan haji (e-hajj) oleh Kementerian Haji Kerajaan Saudi Arabia yang telah diwacanakan sejak 2014 didengungkan sebagai penyebab keterlambatan perolehan visa calon haji dari Indonesia.
Padahal Indonesia ditetapkan sebagai salah satu negara pilot project penerapan e-hajj oleh pemerintah Saudi. Berbagai sosialisasi pun sudah dilaksanakan antara pemerintah Saudi dan Indonesia.
Anggota Panja Komisi VIII DPR RI Choirul Muna menegaskan, kisruh keterlambatan visa yang terjadi semata-mata karena ketidaksiapan Kementerian Agama RI terhadap sistem dokumentasi yang dipersyaratkan e-hajj.
Menurut pengasuh Pesantren Mambaul Hisan ini, sistem e-hajj menuntut penyelenggara haji harus sudah menyiapkan detail informasi bagi setiap jemaah yang akan diberangkatkan ke Saudi Arab. Khususnya variabel kesiapan yang berada di Mekkah, Saudi Arab.
"Kalau namanya e-hajj itu per jemaah haji harus sempurna (informasinya). Pemondokan jelas, menu makanan jelas, bus shawat jelas. Lalu katering di Mekkah, Madinah dan Armina (juga) harus jelas. Semua per jemaah harus jelas. Tanpa kejelasan, mutlak tidak keluar visa-nya," kata Choirul saat dimintai pendapatnya, Minggu (23/8/2015) di Jakarta.
Kiai Muna menjelaskan bahwa perwakilan Kementerian Agama RI, Daerah Kerja Arab Saudi, sudah harus melaporkan informasi detail per jemaah haji kepada Kementerian Haji Arab Saudi, sebelum dikeluarkan visa. Hal ini agar Pemerintahan Arab Saudi mau mengeluarkan visa bagi calon haji dari Indonesia.
Dengan demikian, Kemenag RI sudah harus menyiapkan 168 ribu lebih informasi detail para jemaah haji Indonesia untuk perolehan visa. Informasi detail ini menurutnya bahkan sampai nomor kamar tempat nantinya jemaah akan menginap di Saudi Arab. Hal inilah yang ternyata terkendala sampai tiba pemberangkatan kloter pertama dilaksanakan.
"Pemerintah Pemerintahan Arab Saudi baru mau mengeluarkan visa kalau tiap jemaah yang akan dikeluarkan visanya itu semua variabel di Mekkah, Madinah dan Armina sudah jelas," terangnya.
Dia tidak memungkiri bahwa sistem e-hajj ini memang terkesan rumit, dan perlu kesigapan ekstra bagi Kemenag RI khususnya yang bekerja di Daerah Kerja Arab Saudi.
Dengan ilustrasi daya tampung satu maktab sekitar 800 jemaah, sedangkan satu kloter pemberangkatan berisi 500 jemaah maka bukan perkara mudah mengelola pemisahan data calon haji yang akan berangkat. Apalagi hal ini harus dihadapkan dengan sistem bekerja petugas haji dari Kementerian Haji Arab Saudi yang terkesan tidak peduli.
Dia menjelaskan bahwa sistem bekerja petugas haji di Arab Saudi yang tidak terikat dengan waktu kerja. Pekerja Arab Saudi menurutnya tidak akan memperpanjang waktu kerjanya apalagi menyita waktu libur mereka untuk menyelesaikan pengurusan data calon haji.
Untuk itulah, kesiapan Kemenag RI khususnya di Dearah Kerja Arab Saudi harus siap dari jauh hari dengan data detail untuk kepengurusan calon haji dari Indonesia.
"Karena kesiapannya terlambat dari Kementerian Agama yang ada di Dakar untuk melaporkan keseluruhan jemaah. Kementerian Agama selalu terlambat dalam mengantisipasi sesuatu, sehingga keterlambatan visa itu karena kekurangsigapan kementerian agama," katanya.