Fokus Periksa Saksi, Polda Metro Belum Tetapkan Tersangka Baru 'Dwelling Time'
Kasus dugaan suap dan gratifikasi izin bongkar muat kapal (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara masih terus diusut
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan suap dan gratifikasi izin bongkar muat kapal (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara masih terus diusut oleh Polda Metro Jaya.
Saat ini, polisi telah menetapkan enam tersangka yakni Dirjen nonaktif Perdagangan Luar Negeri, Partogi Pangaribuan; Kasubdit Fasilitas Ekspor dan Impor Ditje Daglu, Imam Aryanta.
Staf honorer Daglu, Mustafa; Direktur PT Rekondisi Abadi Jaya, Mingkeng; Direktur PT Garindo Sejahtera Abadi, Lusi Maryati dan Direktur Utama PT Garindo Sejahtera Abadi, Chindra Johan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Muhammad Iqbal mengaku penyidik masih fokus memeriksa saksi dan belum ada penetapan tersangka baru dalam kasus yang menjerat pengusaha serta oknum di beberapa kementerian itu.
"Masih pengembangan, belum ada penetapan tersangka baru," ucap Iqbal, Minggu (30/8/2015).
Iqbal menambahkan penyidik saat ini masih fokus memeriksa sedikitnya 20 saksi terkait perkara tersebut. Selain itu, penyidik juga akan melakukan berbagai penggeledahan demi mencari berbagai alat bukti.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Tito Karnavian, mengatakan, pihaknya telah menyita barang bukti berupa uang senilai 10.000 dolar AS dari tersangka N.
"Uang itu kami duga uang suap untuk memuluskan proses pengeluaran peti kemas di pelabuhan," kata Tito.
Tito menjelaskan, masalah utama terjadinya dwelling time atau keterlambatan pengeluaran barang impor di Pelabuhan Tanjung Priok, sampai membutuhkan waktu yang lebih lama agar sebuah barang atau peti kemas bisa dikeluarkan, lantaran proses izin yang berbelit-belit.
"Disana itu kan pelayanannya satu atap. Dan semestinya disana ada 18 instansi yang ada agar perizinan cepat. Tapi ini tak ada. Sehingga pengusaha mesti mendatangi satu per satu instansi yang semestinya ada disana untuk mengurus perizinan. Inilah yang membuat jadi lama," kata Tito.
Dari situ pula, ujar Tito, setelah diselidiki kemudian pihaknya jadi tahu bahwa ada praktik pemerasan dan suap saat pengusaha mendatangi 18 instansi yang semestinya menaruh perwakilan di pelabuhan.
Salah satu yang sudah jelas terlihat adanya praktik suap adalah di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri di Kementerian Perdagangan. Makanya pihaknya menggeledah Kantor Kemendag pada Selasa (28/7/2015) malam.