Kepala Staf Harus Jadi Penyambung Lidah Presiden
GMNI menyarankan posisi Kepala Staf Presiden sebaiknya diisi oleh loyalis sejati Presiden. Ia harus menjadi mata, telinga dan lidah Presiden.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo dikabarkan akan menunjuk Kepala Staf Presiden menggantikan Luhut Panjaitan yang kini sudah menjadi Menteri Politik Hukum dan Keamanan.
Presidium Gerakan Mahasiwa Nasional Indonesia (GMNI), Bambang Romanda, menyarankan posisi Kepala Staf Presiden sebaiknya diisi oleh loyalis sejati Presiden. Kepala staf seharusnya menjadi mata, telinga dan lidah Presiden.
Sebagai mata Presiden, ia harus mampu menyajilan data dan informasi akurat mengenai masalah-masalah aktual. Sebagai telinga, ia harus bisa menyampaikan aspirasi dan masukan-masukan dari masyrakat, kelompok-kelompok politik serta dunia usaha.
"Sebagai lidah, ia harus bisa mengkomunikasikan kebijakan, gagasan dan pandangan-pandangan Presiden kepada masyarakat dan jajaran pemerintahan melalui media massa, media sosial dan saran-sarana komunikasi lainnya," kata Bambang di Jakarta, Minggu (30/8/2015).
Menurut Bambang, saat ini banyak visi dan program presiden yang belum dinengerti orang masyarakat dan jajaran pemerintahan. Pasalnya, Presiden tidak didukung komunikator handal. Contohnya adalah soal revoluasi mental.
"Kalangan pemerintahan dan masyarakat tidak mendapat informasi detail apa dan bagaimana revolusi mental itu, akibatnya semua mengintepretasikan sendiri-sendiri," imbuh dia.
Lebih lanjut, Bambang mencontohkan kelambatan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priuk. Banyak orang mengira dwelling time adalah persoalan teknis dan tata kerja, padahal masalahnya adalah mentalitas para pengelola pelabuhan yang biasa memperlambat keluarnya barang untuk mencari upeti.
Bambang mengusulkan pengganti Luhut adalah orang yang benar-benar memahami Nawacita. Nawacita jangan hanya dikomunikasikan sebagai retorika, namun harus dijelaskan secara kongkrit dan detail kepala masyaakat.
Bambang menilai orang yang bisa memahami Nawacita tersebut tentunya orang yang mendukung pencapresan Joko Widodo dari awal, bukan orang yang bergabung belakangan. Ini juga penting menjadi acuan Presiden untuk memilih calon pembantunya tersebut.
"Orang yang berani mendukung pencapresan dari awal bisa dijamin kesetiaannya karena terbukti telah berani mengambil resiko berseberangan dengan kelompok dan tokoh yang menolak pencapresan Jokowi," terangnya.