Kenaikkan Cukai Rokok Kenapa Harus Dipaksakan?
Target cukai tembakau tahun 2016 mencapai Rp 148,9 triliun, menuai protes dari berbagai kalangan
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Target cukai tembakau tahun 2016 mencapai Rp 148,9 triliun, seperti tercantum dalam nota keuangan dan RAPBN 2016 menuai protes dari berbagai kalangan.
Salah satunya anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun. Ia mengatakan, dibandingkan komoditas lain yang dikenakan cukai produk hasil tembakau adalah sumber utama cukai dengan porsi sebesar 96 persen serta satu-satunya produk yang dihantam kenaikan cukai signifikan.
Misbakhun meminta Pemerintah untuk realistis melihat kondisi industry hasil tembakau. ia bilang, kalau memang target penerimaan cukai tidak bisa dipenuhi, kenapa Pemerintah harus memaksa naikkan cukai rokok.
"Kita tidak berkeyakinan target akan tercapai, namun kita akan bilang targetnya harus realistis. Kita yakin publik bisa memahami kondisi ini. Jadi yang realistis saja dan jangan muluk-muluk," ujar Misbakhun, usai rapat paripurna DPR, di Gedung DPR, Selasa (1/9/2015).
Selama ini, lanjutnya, instrumen yang lazim dipakai pemerintah untuk memenuhi target cukai tembakau adalah kenaikan tarif cukai tembakau.
Pemerintah jangan hanya memikirkan intensifikasi cukai dengan cara menaikkan cukai rokok tiap tahun tanpa melihat dampaknya.
Menurutnya, kenaikan cukai yang terlampau tinggi akan mengakibatkan turunnya daya beli yang berlanjut pada penurunan produksi, kemudian pemutusan hubungan kerja (PHK) dan juga penyerapan bahan baku rokok, yakni petani tembakau.
"Akibat buruk lain adalah meningkatnya produk rokok illegal,” tegas anggota Baleg ini.
Politisi Golkar ini mendesak komitmen Pemerintah untuk melakukan ekstensifikasi obyek cukai baru, seperti minuman berpemanis, dan fuel surcharge.
"Obyek ini sebagai potensi barang kena cukai karena berdampak pada kesehatan. Jangan hanya naikkan cukai rokok tiap tahun. Apakah pemerintah berani mencari obyek cukai baru?," terangnya.
Sementara, Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Hasan Aoni Aziz US mengatakan, pada tahun ini pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.04/2015 perubahan PMK No. 69/PMK.04/2009 yang mengamanatkan industri rokok harus membayar cukai di tahun berjalan.
Akibatnya, penerimaan negara dari cukai rokok tahun ini yang ditarget Rp139,1 triliun di dapatkan dari 14 bulan pembayaran cukai. Menurutnya, 14 bulan penerimaan karena cukai November-Desember 2014 sesuai dengan peraturan terdahulu dibayar 60 hari setelah pembelian pita cukai atau jatuh pada Januari-Februari 2015.
Dengan demikian, secara riil target penerimaan cukai dalam 12 bulan tahun ini adalah Rp120 triliun.
"Oleh karena itu, penaikan target cukai rokok tahun depan yang ditetapkan menjadi Rp148,9 triliun mengalami penaikan 23,5% bukan 7% seperti yang diungkapkan pemerintah,” ujarnya.
Ia menuturkan, secara historis, setelah kebijakan cukai rokok tinggi diterapkan dalam lima tahun terakhir, 81,6% industri rokok yang tergabung dalam Gappri baik golongan kecil, menengah, dan besar telah gulung tikar.
"Sepanjang 2009 hingga 2014, dari semula unit produksi berjumlah 3.255 unit, kini hanya menyisakan 600 unit. Dalam hal ini, terjadi peningkatan kapasitas produksi oleh industri rokok besar, karena pasar yang ditinggalkan oleh produsen kecil mulai beralih," dirinya menegaskan.