Komisi VI DPR Terima Keluhan Serikat Pekerja JICT Tanjung Priok
"Kita sebagai serikat pekerja menolak diperpanjang karena memang seharusnya ini bisa dikelola anak bangsa.,” kata Nova.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VI DPR menerima keluhan Serikat Pekerja Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) Pelabuhan Tanjung Priok.
Keluhan tersebut disampaikan serikat pekerja saat bertemu dengan Komisi VI DPR.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan menyebutkan keluhan tersebut terkait persoalan kontrak pengelolaan pelabuhan.
"Kita dengarkan keluhan dari serikat pekerja JICT tentang pengelolaan pelabuhan yang itu berkaitan dengan dwelling time. Komisi VI DPR RI juga akan mempertanyakan masalah kontrak kepelabuhan,” kata Heri Gunawan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Heri mengatakan pihaknya akan meminta penjelasan dari Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino terkait keluhan tersebut. Selain itu, Politikus Gerindra itu juga akan menanyakan persoalan itu kepada Menteri BUMN Rini Soemarno.
“Kita akan panggil Pak Lino untuk menjelaskan masalah yang ada di Pelindo II. Kita akan pertanyakan permasalahan yang terjadi. Tapi sebelum panggil Pak Lino, kita akan tanyakan kepada Menteri BUMN, Rini Soemarno terkait hasil pembicaraan dengan serikat pekerja ini agar bisa mengambil kebijkan yang lebih baik,” kata Heri.
Sebelumnya, Ketua Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal, Nova Sofyan Hakim menyampaikan terkait konsesi JICT yang berakhir pada 2019 tetapi akhirnya diperpanjang hingga 2039.
"Kita sebagai serikat pekerja menolak diperpanjang karena memang seharusnya ini bisa dikelola anak bangsa.,” kata Nova.
Ia menuturkan alasan diperpanjang dahulu karena terjadi krisis moneter tahun 1998 sehingga dalam kesepakatan IMF unit terminal peti kemas di Pelindo II yang akhirmya berganti nama dengan Jakarta International Container Terminal, itu dijual atau diprivatisasi selama 20 tahun. Sahamnya 51 persen dimiliki oleh Hachinson, Hongkong.
“Kita minta dan berharap Komisi VI DPR menyampaikan kepada Menteri BUMN Rini Soemarno untuk membatalkan konsensi ini. Kalau ada kebutuhan yang urgen sekali, aturan-aturan main, harga harus dipatuhi,” ujar Nova.