Politikus PDI Perjuangan Falah Amru Setuju Sistem Prabayar Pulsa Listrik Dikaji Ulang
Politikus PDI Perjuangan yang tak lain anggota Komisi VI DPR Falah Amru mengapresiasi pernytaan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan yang tak lain anggota Komisi VI DPR Falah Amru mengapresiasi pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli yang meminta Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir untuk menetapkan biaya administrasi maksimal untuk pulsa listrik. Dalam hal ini, terkait token listrik, atau pulsa listrik sistem prabayar yang dianggap merugikan konsumen.
Falah mengungkapkan, sebelum dilakukan token atau sistem pembelian listrik prabayar, pemerintah sebelumnya, tentunya telah melakukan kajian, melakukan efektifitas dan sebagainya sehingga kebijakan tersebut diberlakukan.
"Akan tetapi memang, tidak dipungkiri bila dalam pelaksanaannya ada kendala dan ada yang harus diperbaki, dikaji ulang. Namun, kalau dihapus (sistem prabayar) ya jangan, karena akan merugikan keuangan negara," kata Falah, Selasa (8/9/2015).
"Dikaji ulang, kami setuju tapi tidak dengan menghapus token karena ini sudah melakukan kajian dalam pemerintah sebelumnya. Dikaji mengenai providernya tapi tidak menghapus kebijakan soal sistem pembelian melalui prabayar. Mengkaji agar biaya adminstrasinya tidak terlalu mahal," Falah menegaskan.
Permasalahan yang ada saat ini mengenai kebijakan pembelian pulsa listrik melalui sistem prabayar diantaranya mengenai ketersediaan yang masih minim, serta biaya administrasi yang mahal.
"Biaya administrasi ini yang harus kaji ulang, jangan terlalu mahal. Dalam hal ini, kami siap di DPR untuk mengkaji bersama-sama pemerintah," ujarnya.
Rizal Ramli sebelumnya mengatakan, masyarakat pelanggan pulsa listrik sistem prabayar sering kali mendapat pulsa listrik jauh lebih rendah daripada nominal yang dibeli.
"Mereka membeli pulsa Rp 100.000. Ternyata, listriknya hanya Rp 73.000. Kejam sekali, 27 persen kesedot oleh provider yang setengah mafia," kata Rizal.
Keuntungan yang diraup provider pulsa listrik, Rizal menegaskan sangatlah besar. Rizal kemudian membandingkan dengan pulsa telepon seluler. Pertama, tidak seperti pulsa listrik, pulsa telepon dapat dibeli dengan mudah di mana pun.
"Kedua, kita beli pulsa isi Rp 100.000, kita hanya bayar Rp 95.000 karena itu kan uang muka. Provider bisa taruh uang mukanya di bank dan dapat bunga," ujar Rizal.
Selain soal mahalnya biaya administrasi untuk pulsa listrik, Rizal Ramli juga menyoroti mengenai kebijakan pulsa listrik itu sendiri. Menurut Rizal, hal tersebut disebabkan adanya monopoli di tubuh PLN.
"Di zaman dulu sampai sekarang, masyarakat itu diwajibkan pakai pulsa karena ada yang 'main' monopoli di PLN di masa lalu," kata Rizal.
"Itu kejam sekali karena ada keluarga yang anaknya masih belajar pukul delapan malam pulsa listriknya habis, padahal tidak semudah nyari pulsa telepon. Nyarinya susah," ujar dia.
Atas dasar itu, dia pun meminta dua hal kepada Sofyan Basyir. Pertama, PLN harus menyediakan masyarakat pilihan listrik meteran atau pulsa listrik. Kedua, biaya maksimal administrasi pulsa listrik Rp 5.000 sesuai dengan kesanggupan PLN. "Menurut saya, mohon segera dilakukan dua keputusan tadi," kata dia kepada Sofyan Basyir seperti dikutip dari kompas.com.