Alasan IMM dan Aliansi Tarik Mandat Rutin Geruduk Istana
ketidakpuasan atas kinerja pemerintahan saat ini kian membuncah. Itu sebabnya, kata Beni, aksi mahasiswa terus berlanjut
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumat (18/9/2015) kemarin, Aliansi Tarik Mandat dan Solidaritas Nasional Pembebasan Indonesia yang melibatkan sejumlah organisasi ekstra-kampus seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), APKLI, GNRM, SNPI, BOMM, PAPERNAS, PENA DKI, LSC, Perisai Mandiri kembali menggeruduk istana.
Beni Pramula Ketum IMM sekaligus Ketua Presidium Aliansi Tarik Mandat mengatakan alasan mengapa aksi turun ke jalan ini belakangan rutin dilakukan.
Ia menyebut, ketidakpuasan atas kinerja pemerintahan saat ini kian membuncah. Itu sebabnya, kata Beni, aksi mahasiswa terus berlanjut bahkan dengan dukungan massa yang lebih besar.
“Aksi kami ini adalah kelanjutan dari aksi sebelumnya, yang secara konsisten kami lakukan hampir setiap minggu. Kami tidak akan berhenti hingga adanya perubahan mendasar di negeri ini,” kata Beni Pramula dalam keterangan persnya, Sabtu (19/9/2015).
Ia menjelaskan, masalah mendasar bangsa ini adalah kepemimpinan nasional yang lemah, kehilangan orientasi, dan tidak mampu memenejerial kepemimpinan di bawahnya. Selain itu, melemahnya rupiah menjadi indikator dari pelemahan ekonomi bangsa.
"Akibat dari sentimen ekonomi mengenai pelemahan rupiah yang tidak mampu diantipasi oleh pemerintah dengan strategi konkrit dalam mengatasi problem ekonomi bangsa. Karena rilis data kemiskinan kemarin, pagi kemarin rupiah paling lemah, sedangkan yang lain menguat seperti yen Jepang, dolar Hong Kong, dolar Singapura,” kata dia.
Beni menjelaskan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin periode Maret 2015 sebanyak 28,59 juta jiwa baik di perkotaan maupun di pedesaan. Jika dibanding periode September 2014, angka penduduk miskin tersebut bertambah 860 ribu juwa.
Pada Maret 2014 lalu, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,73 juta orang. Dari meningkatnya angka kemiskinan, membuat masyarakat menahan niat untuk berbelanja sehingga mengurangi nilai transaksi. Dampaknya, peningkatan angka kemiskinan tersebut menjadi sentimen negatif bagi para pelaku pasar dan pelaku usaha.
“Jumat kemarin, mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah melemah 0,2 persen ke level 14.442 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pukul 09.55 WIB. Sejak pagi hingga siang, nilai tukar rup iah bergerak pada kisaran 14.404 per dolar AS hingga 14.452 per dolar AS. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah tergerus 0,5 persen menjadi 14.442 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 14.371 per dolar AS,” jelasnya.
Beni juga mengungkapkan sejumlah tuntutan dari Aliansi Tarik Mandat dan Solidaritas Nasional Pembebasan Indonesia kepada pemrintah di antaranya tuntutan presiden dan wakil presiden untuk mundur. Mereka juga menolak sistem ekonomi liberal, turunkan harga, hentikan PHK, dan meluruskan Kiblat Bangsa, yaitu UUD 1945 dan Pancasila.