Resep Agar Perekonomian Indonesia Tidak Ikut Terpuruk Versi Olly Dondokambey
Dalam buku tersebut, Olly Dondokambey memberi masukan agar perekomian Indonesia tidak ikut terpuruk atas kondisi pelemahan global
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM - Politisi PDI Perjuangan, Olly Dondokambey meluncurkan buku terbaru karyanya yang berjudul "Membumikan Trisakti Melalui Nawacita", Senin (28/9/2015).
Dalam buku tersebut, Olly Dondokambey memberi masukan agar perekomian Indonesia tidak ikut terpuruk atas kondisi pelemahan ekonomi secara global yang tengah terjadi.
Ia menegaskan, Indonesia perlu kembali pada cita-cita Trisakti dan Nawacita.
Implementasi hal tersebut menurut Olly, dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (29/9/2015), dapat diterapkan dalam perumusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.
Olly menjelaskan pemikiran soal tiga hal postur dan kebijakan APBN-P 2015 terkait asumsi ekonomi makro memasukkan variabel rasio gini (Rasio Gini atau koefisien adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk, red) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
"Ini merupakan tradisi baru, sebab sebelumnya asumsi hanya memuat variable terkait isu yang sangat eknomistik, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, harga minyak," katanya.
Olly menyebut, buku ini juga menerangkan alokasi APBN tampak lebih kokoh berkat pengurangan tajam anggaran subsidi energi. Pemerintah memiliki ruang yang besar untuk meningkatkan alokasi belanja modal, penyertaan modal BUMN dan stimulasi beberapa progam unggulan terkait Nawacita.
"Pemerintah menaikkan target penerimaan pajak cukup tinggi (tax ratio13,3%), sehingga mendobrak kemandekkan penerimaan pajak yang statis sepanjang 10 tahun terakhir," bebernya.
Ia juga berharap anggran pedesaan harus segara diserap ke daerah. Pasalnya, untuk memutar roda perekonomian di daerah.
"Transfer dana ke daerah harus segara," katanya.
Soal melemahnya nilai tukar rupiah atas dolar Amerika, Olly berpendapat penurunan nilai rupiah terhadap dolar Amerika hingga mendekati level Rp 15.000 per dolar, tidak perlu menjadi khawatiran yang berlebih.
Setidaknya, kata dia, belum menyentuh masyarakat dalam hal ini pedesaan. Ia melihat melihat daya beli masyarakat masih cukup tinggi. Namun diakuinya hal itu berpengaruh pada para pengusaha.
"Rakyat tidak terganggu dengan nilai dolar. Rakyat masih punya kemampuan membeli. Perekonomian masih tetap berjalan," kata Olly.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.