Serikat Buruh Pelabuhan Serukan Mogok Nasional
Pemerintah seharusnya mengutamakan pengelolaan dalam negeri dibanding bekerja sama dengan pihak asing.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pelindo II berupaya memperpanjang konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada perusahaan asal Hongkong, Hutchinson Port Holdings (HPH).
Keputusan perpanjangan konsesi tersebut ditentang oleh Serikat Pekerja JICT yang merasa yakin pengelolaan terminal bisa dilakukan tanpa campur tangan asing.
Melihat hal itu, Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (FSPMI), Federasi Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FSBTPI) , Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) bersama Serikat Pekerja JICT sepakat menyatukan kekuatan untuk melakukan perlawanan penolakan perpanjangan konsesi JICT.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (FSPMI) Jumhur Hidayat mengatakan pihaknya siap membantu para pekerja JICT untuk menolak perpanjangan konsesi tersebut.
"Kami siap menyatukan kekuatan untuk melakukan perlawanan penolakan perpanjangan konsesi JICT. Kami akan kerahkan pekerja untuk mogok nasional," kata Jumhur di Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Ia mengatakan pemerintah seharusnya mengutamakan pengelolaan dalam negeri dibanding bekerja sama dengan pihak asing.
Pasalnya, keuntungan dari pengelolaan terminal tersebut tidak dirasakan manfaatnya bagi negara.
Ketua Federasi Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FSBTPI) Ilhamsyah menambahkan sejumlah elemen buruh pelabuhan siap melakukan aksi mogok nasional untuk memperjuangkan tercapainya sejumlah tuntutan buruh.
“Kami meminta JICT sebagai aset emas bangsa Indonesia diselamatkan, kami juga menolak perpanjangan konsesi dan kembalikan pengelolaan 100% oleh nasional. Selain itu, kami mendesak diusut tuntas kasus dugaan korupsi perpanjangan konsesi,” tegasnya.
Ketua SP JICT Nova Hakim mengatakan Dirut Pelindo II RJ Lino seharusnya menempatkan kepentingan nasional sebesar-besarnya dalam mengambil keputusan strategis. Bukan malah bagi-bagi untung dengan Hong Kong di gerbang kedaulatan ekonomi nasional.
“Sesungguhnya RJ Lino telah mengkerdilkan anak bangsa dengan perpanjang JICT ke HPH Hong Kong. Padahal selama 16 tahun dikelola putra putri bangsa, JICT telah menjelma menjadi pelabuhan petikemas terbaik di Indonesia dan Asia. Secara kemampuan SDM dan teknologi sangatlah memadai. Namun Lino menjual aset emas bangsa begitu murah kepada asing. Bayangkan, saat ini JICT dijual USD 215 juta lebih murah ketimbang tahun 1999 sebesar USD 243 juta. Harga jual saat ini pun setara dengan keuntungan JICT hanya dalam 2 tahun,” kecamnya.
Nova menambahkan, demi ambisinya, Lino telah mengabaikan 4 surat menteri yang mengharuskannya tunduk kepada UU pelayaran dengan meminta izin konsesi kepada Kemenhub sebelum perpanjang dengan asing.
“Lino telah berupaya perpanjang konsesi JICT sejak 2012 dengan hanya bermodal opini hukum Jamdatun (Jaksa Agung Muda Tata Negara) untuk dilawan dengan UU Pelayaran,” ucapnya.