Usai Praperadilan Dikabulkan, PT VSI akan Minta Ganti Rugi ke Kejaksaan Agung
Pada amar putusannya, hakim Achmad Rivai yang memimpin sidang praperadilan ini, tidak menyebutkan tentang ganti rugi
Penulis: Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum PT Victoria Securities Indonesia (PT VSI), Peter Kurniawan menyebutkan akan mengajukan tuntutan ganti rugi melalui jalur perdata atas penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan tim penyidik Satuan Tugas Khusus Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Satgasus Jampidsus) di kantor perusahaan tersebut pada 12, 13, 14, dan 18 Agustus 2015 silam.
"Di praperadilan hakim sudah putuskan penggeladahan tidak sah, ganti rugi akan kami ajukan lewat jalur perdata," kata Peter Kurniawan usai sidang putusan praperadilan di Ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/9/2015).
Pada amar putusannya, hakim Achmad Rivai yang memimpin sidang praperadilan ini, tidak menyebutkan tentang ganti rugi. Meski, pada permohonannya PT VSI mengajukan permintaan ganti rugi dengan total nilai Rp 2 Triliyun.
Namun, pengacara PT VSI tetap menyambut baik putusan hakim yang menerima permohonan praperadilan kliennya. "Yang penting pengadilan sudah menyatakan penggeledah dan penyitaan tidak sah," katanya.
"Untuk tuntutan ganti kerugian akibat perbuatan jaksa yang sewenang-wenang, kami masih upayakan" tambahnya.
PT VSI mengajukan praperadilan ini setelah tim penyidik Satuan Tugas Khusus Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Satgasus Jampidsus) diduga menyalahi prosedur ketika melakukan penggeledahan kantor PT VSI pada Rabu (12/8/2015) silam.
Kejaksaan pada saat itu memiliki surat izin penggeledahan kantor VSIC di Panin Bank Centre lantai 9, Jalan Sudirman, Jakarta tapi menggeledah kantor Victoria Securities lantai 8 di Gedung Panin Tower, Jalan Asia Afrika, Jakarta.
Penggeledahan tersebut merupakan upaya penyidikan Kejaksaan Agung dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi pembelian hak tagih (cessie) PT Adyesta Ciptama oleh PT VSI dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2003 silam.
Pada sidang putusan yang berlangsung Selasa (29/9/2015), hakim Achmad Rivai pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, memutuskan bahwa pengeledahan dan penyitaan yang dilakukan pada tanggal 12, 13, 14, dan 18 Agustus 2015 tidak sah.
Hakim juga memerintahkan Kejaksaan mengembalikan barang yang telah disita.