Pengamat Nilai Revisi UU KUHAP Lebih Diperlukan Dibanding UU KPK
Revisi UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak diperlukan untuk menata penegakan hukum.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak diperlukan untuk menata penegakan hukum.
Pengamat Hukum Andri W Kusuma menilai terpenting adalah revisi UU No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Saat ini aparat penegak hukum sudah banyak tak sejalan dengan dan bahkan melanggar KUHAP dan yang diatur KUHAP juga tak sesuai kondisi terkini. Baiknya ini yang dulu direvisi. Karena akan berdampak langsung kepada perlindungan masyarakat khususnya dalam perspektif HAM," imbuh Advokat dan Pengamat Hukum Andri W Kusuma di Jakarta, Senin (12/10/2015).
Andri menilai hukum acara pidana wajib dipatuhi oleh semua lembaga penegakkan hukum, mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, hingga peradilan. Ia menuturkan KUHAP telah usang sehingga banyak terjadi benturan antar aparat penegak hukum di lapangan.
"Perbaiki KUHAP, nanti semua UU yang mengatur Aparat Penegak Hukum mengacu ke sana sebagai aturan payung utk semua lembaga penegakan hukum dalam menjalankan kewenangannya sehingga kedepannya ini bisa menjadikan proses penegakan hukum di negara ini lebih baik,” katanya.
Ia mengingatkan salah satu asas hukum acara yakni kewajiban koordinasi. Dalam revisi KUHAP nanti harus jelas batas-batas wewenang dari kepolisian, Kejaksaan, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu juga dalam hal penentuan dua alat bukti, harus diperjelas dan dipertegas mengenai ketentuan dua alat bukti ini dan bukti seperti apa yang bisa dijadikan atau dikualifikasikan sebagai alat bukti.
Ia pun sependapat bila revisi KUHAP disebut juga beberapa pasal tentang KPK. Contohnya, soal penyadapan tidak perlu meminta izin pengadilan.
Tetapi sebelum penyadapan dilakukan KPK itu harus yakin dengan dugaan tindak pidana.
"Jangan seperti sekarang, sering kalah di praperadilan karena tak profesional dan tidak menjalankan hukum acara pidana secara konsekwen. reward dan punishment juga harus ada bagi penydik KPK dalam pekerjaannya, mereka kan pakai uang negara. Kalau kalah di praperadilan itu justru merugikan negara,” katanya.