Banggar Tak Ingin Dikaitkan dengan Proyek Dewie Yasin Limpo
Hal itu terkait penangkapan KPK terhadap Anggota Komisi VII DPR Dewie Yasin Limpo.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak ingin dikaitkan dengan pembahasan anggaran program teknis di kementerian.
Hal itu terkait penangkapan KPK terhadap Anggota Komisi VII DPR Dewie Yasin Limpo.
Dewie Yasin Limpo berstatus tersangka suap pembahasan anggaran pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai Papua. "Anggaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dibicarakan di Komisi VII, bukan di Banggar," kata Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Ia menuturkan Banggar tidak membahas program teknis secara spesifik satuan tiga di setiap kementerian. Meski membahas anggaran, kata Supit, Banggar hanya menerima pagu besar yang diajukan pemerintah setelah dibahas melalui komisi terkait.
"Banggar tidak pernah sama sekali membahas soal kegiatan ataupun program yang ada di Kementerian atau Lembaga yang namanya ESDM. Kita hanya pagu besar kepada ESDM. Pasti itu," ujar Politikus Golkar itu.
Supit menjelaskan tugas Banggar hanya menyetujui atau menunda pagu anggaran yang diajukan dari hasil pembahasan di komisi terkait dengan pemerintah. Sehingga, Banggar tidak memiliki kewenangan untuk membahas atau mengubah pagu anggaran program teknis kementerian.
"Kita tak utak atik ajuan pagu yang diberikan oleh pemerintah di nota keuangan tidak ada pembahasan tentang itu," kata Supit.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota DPR RI Dewie Yasin Limpo sebagai tersangka suap pembahasan anggaran pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai Papua tahun anggaran 2016.
Dewie Yasin terbukti menerima suap sebesar 177.700 Dolar Singapura dari pengusaha berinisial Septyadi dan Hari alias Har. Selain Dewie, KPK juga menetapkan Rinelda Bandaso (perantara) dan Bambang Wahyu Hadi (staf Dewie) sebagai tersangka sebagai penerima.
"Diduga sebagai penerima adalah DYL kemudian RB dan BWH," kata Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Johan Budi, saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarat, Rabu (21/10/2015).