Ada Tiga Kendala Pulangkan Buronan Koruptor dan Pidana dari Luar Negeri
Pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan perburuan pada para tersangka, terdakwa, terpidana kasus pidana maupun korupsi yang buron ke luar negeri
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan perburuan pada para tersangka, terdakwa, terpidana kasus pidana maupun korupsi yang buron ke luar negeri.
Ketua Tim Terpadu Pencari Tersangka, Terpidana dan Aset dalam Perkara Tindak Pidana 2015, Andhi Nirwanto tidak memungkiri banyak kendala dalam hal tersebut.
Andhi yang juga Wakil Jaksa Agung itu menyebut sedikitnya ada tiga kendala yang dihadapi. Pertama, sistem hukum nasional dari negara yang bersangkutan. Khususnya yang menyangkut hukum acara pidana.
Dia mencontohkan, misalnya di Indonesia boleh melakukan sidang in absentia (tanpa menghadirkan terdakwa di persidangan), namun di luar negeri ada negara yang tidak mengenal sistem itu.
"Kemudian, ada istilah dual criminalite. Misalnya, kalau di Indonesia dinyatakan sebagai pidana, di luar negeri ada negara yang hanya menyatakan sebagai pelanggaran administrasi," ujarnya, Minggu (25/10/2015).
Masalah kedua, adalah soal kedaulatan negara tempat kaburnya buronan. Dan ketiga yaitu soal pengembalian aset.
"Tentunya, akan ada perlawanan dari pihak yang asetnya akan kami tarik. Bisa juga ada gugatan pihak ketiga, misalnya melalui arbitrase internasional," tegasnya.
Ketika ditanya soal pola perburuan, Andi enggan membocorkannya. Menurut Andi segala upaya akan dilakukan oleh tim terpadu.
"Pola perburuan tidak perlu diungkap. Intinya semua yang masih sebagai buronan itu akan diupayakan oleh tim terpadu," kata Andhi.
Seperti diketahui sejumlah buronan masih dinyatakan kabur ke luar negeri dan belum berhasil ditangkap. Salah satu buronan legendaris kasus korupsi ialah Eddy Tansil.
Sebelumnya, pada 2014 muncul informasi bahwa buronan korupsi paling lama di Indonesia ini, tengah berada di Tiongkok. Dia dikabarkan menjalankan usaha minuman keras disana.
Eddy Tansil merupakan pembobol uang negara lewat kredit Bank Bapindo melalui perusahaan Golden Key Group, terlacak Kejaksaan Agung berada di China. Kejaksaan sudah melakukan usaha ekstradisi dengan mengirimkan surat kepada Pemerintah China melalui Kementerian Hukum dan HAM selaku sentral otoriti pada 8 September 2011.
Eddy Tansil melarikan diri dari Lapas Cipinang, Jakarta Timur, pada 4 Mei 1996 lalu saat menjalani masa hukuman 20 tahun penjara. Dia terbukti telah melakukan penggelapan uang sebesar 565 juta dollar AS yang didapatnya dari kredit Bank Bapindo melalui perusahaan Golden Key Group.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Eddy Tansil 20 tahun penjara dengan denda Rp 30 juta dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 500 miliar dan membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.