Persempit Gerak Suap, PPATK Minta Dukungan RUU Pembatasan Transaksi Tunai
Kepala PPATK Muhammad Yusuf meminta PKS untuk ikut mendukung RUU Pemberantasan Transaksi Tunai yang saat ini sedang dibahas di DPR.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf meminta PKS untuk ikut mendukung RUU Pemberantasan Transaksi Tunai yang saat ini sedang dibahas di DPR.
RUU tersebut diperlukan untuk menutup peluang korupsi yang biasa muncul melalui transaksi tunai.
Sejak 2004, kata Yusuf, PPATK mencatat ada transaksi mencurigakan hingga mencapai Rp110.000 triliun.
Dia menjelaskan, kriteria transaksi mencurigakan adalah transaksi tunai dengan besaran minimal Rp500 juta.
Transaksi tunai dalam jumlah besar tersebut sangat sulit dan merepotkan, namun dalam beberapa tahun terakhir malah naik cukup signifikan.
"Tentu aneh transaksi dengan jumlah sangat besar namun dengan uang tunai. Mencurigakan karena kita tentu akan lama menghitung jumlahnya dan belum bisa dipastikan semuanya uang asli, namun malah memilih itu," ujar Yusuf dalam diskusi di Mukernas PKS, Hotel Bumi Wiyata Depok, Selasa (3/11/2015).
Yusuf menuturkan transaksi tunai cenderung digunakan karena sumber uang tersebut kemungkinan besar melanggar hukum, seperti dari suap.
Karena itu dia menjelaskan adanya peningkatan transaksi tunai oleh korporasi, padahal selama ini korporasi dikenal mengurangi transaksi tunai untuk mempermudah pembuatan laporan keuangan.
"Karena itu kita di PPATK meminta PKS mendukung terwujudnya UU Pembatasan Transaksi Tunai untuk memperkecil gerak suap dan tindak kejahatan lain yang menggunakan transaksi tunai," terangnya.
Dia juga berharap PKS bisa menjadi contoh bagi partai lain dengan transparansi keuangan. Misalnya dengan iuran kader seperti Galibu.
"Untuk membentuk Good Party Governance, sebuah partai politik harus menjaga sumber keuangan dan para pengambil kebijakannya. Jangan sampai memanfaatkan sumber-sumber yang melanggar hukum. Keluar masuk pendanaan harus jelas dan bisa dipertanggungjawabkan," jelasnya.