Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sekjen PSI: Jokowi Harus Tetapkan “Intoleransi" Ancaman Nasional

Politik hanya bisa mendidik jika Partai bisa menunjukkan sikap dan posisi berdiri yang terang.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Sekjen PSI: Jokowi Harus Tetapkan “Intoleransi
Ist
Sekjen PSI Raja Juli Antoni 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tepat satu tahun Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berdiri, digelar acara Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) yang juga bertepatan dengan Hari Toleransi Sedunia, 16 November 2015.

Berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, simpul-simpul Pengurus PSI dari seluruh Indonesia menyuarakan keberpihakannya terhadap toleransi.

"Gerakan politik yang baik adalah gerakan yang memiliki nyali untuk mengatakan mana yang baik dan mana yang benar," demikian Raja Juli Antoni, Sekretaris Jenderal PSI, dalam pandangannya, Minggu (15/11/2015).

Menurutnya. politik hanya bisa mendidik jika Partai bisa menunjukkan sikap dan posisi berdiri yang terang, tidak abu-abu. PSI menyatakan diri berdiri paling depan melawan bentuk intoleransi yang akan membawa bangsa ini ke kondisi retak parah, lalu hancur.

"Kita ini bangsa yang besar, kita punya tradisi panjang musyawarah mufakat, kita memiliki kitab-kitab kuno tentang sopan santun dan saling memanusiakan satu sama lain. Tidak pantas rasanya bangsa ini bertengkar hanya karena sesuatu yang juga tidak pantas diperdebatkan. Keyakinan, kepercayaan, keimanan bukanlah ruang yang harus menjadi pertengkaran publik. Sangat jelas konstitusi NKRI menjamin hak setiap manusia yang ada di dalam wilayah kedaulatannya, dijamin sepenuhnya hak-nya untuk berkeyakinan. Tidak seorangpun boleh mencabutnya," ujarnya.

Dia mengajak semua pihak kembali bercermin pada insiden-insiden intoleransi. Konflik berlatar belakang perbedaan agama warisan pemerintahan sebelumnya sampai kini masih banyak belum terselesaikan. Ditambah lagi belakangan ini muncul beberapa konflik baru seperti kasus di Tolikara, Aceh Singkil, Manokwari, dan terakhir di Bitung. "Jika tidak direspon dan diselesaikan dengan cepat, khawatirnya dengan persoalan yang sama dan kasus serupa di tempat lain akan terjadi, sirkulasi dendam dikhawatirkan merembet kemana-mana," ujarnya.

Dari analisa data beberapa lembaga dan berita di media yang dilakukan tim litbang PSI, nyaris tidak ada perubahan mendasar dalam jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan setahun pemerintahan saat ini. Laporan Komnas HAM menjelaskan kasus intoleransi beragama mengalami peningkatan dalam tiga bulan pertama tahun 2015. Ada kenaikan 30 persen dibanding tahun lalu dalam pengaduan masyarakat soal intoleransi beragama. Memburuknya toleransi beragama ini tidak sebatas berhubungan dengan jumlah kasus, tetapi juga kualitas tindak pelanggaran kebebasan beragama.

Berita Rekomendasi

Kemudian catatan Setara Institute, dalam tujuh bulan ini (Juni 2015), 116 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dengan 136 tindakan.Tujuh bulan pertama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, belum tampak ada terobosan berarti dalam memajukan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.

Selain itu, laporan The Wahid Institute akhir tahun lalu menyebutkan kasus pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan, intoleransi, serta diskriminasi masih tinggi di Indonesia. Sepanjang 2014 telah terjadi 185 kasus. Jawa Barat menjadi wilayah paling banyak terjadi pelanggaran, yaitu dengan 55 kasus. Selain Jabar, wilayah yang masih tinggi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Sumatera Utara. DIY pada 2014 terjadi 21 kasus, sedangkan Sumut 18 peristiwa.

Atas hal itu, PSI menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Tidak ada pilihan lain bagi pemerintahan Jokowi-JK, kecuali benar-benar serius mewujudkan janji kampanye dan program kerjanya untuk menghormati kebhinekaan dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Konflik yang ada harus segera ditangani dengan mengoptimalkan pranata-pranata sosial dan budaya, menegakkan hukum secara adil, menebarkan mawar-mawar kebajikan dan kemanusiaan di bumi pertiwi, dan merawat hidup kebersamaan dalam jalinan solidaritas keindonesaan. Jokowi harus menetapkan Intoleransi sebagai ANCAMAN NASIONAL

2. Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan seluruh instansi terkait, agar segera menertibkan seluruh Peraturan Daerah yang bersifat Intoleran. Dalam waktu Satu tahun ke depan, seluruh PERDA tersebut harus dicabut. Ini adalah pembangkangan konstitusi yang terjadi, pembiaran yang dilakukan selama ini adalah juga tindakan melawan konstitusi.

3. Menghimbau agar PILKADA serentak yang akan berlangsung 9 Desember 2015 yang akan datang, tidak menggunakan isu-isu SARA sebagai argumentasi politik hanya untuk kepentingan mendulang suara. Penyelenggara PEMILU harus tegas melakukan diskualifikasi para calon yang terbukti menggunakan isu SARA dalam kampanye.

4. Hari Toleransi Sedunia juga menjadi sebuah media edukasi bagi seluruh warga dunia dalam mengakui dan menghargai hak serta keyakinan orang lain. Selain itu juga menjadi bentuk perlawanan dari sikap ketidakadilan, penindasan, rasisme, diskriminasi, hingga kebencian yang mengatasnamakan golongan agama tertentu.

5. PSI menyatakan berdiri di garis depan untuk melawan praktek intoleransi. PSI mengambil ini sebagai garis perjuangan politiknya. Karena PSI sadar bahwa intoleransi adalah aksi separatisme yang paling nyata. Praktek separatisme yang akan mencerai-beraikan ikatan kebangsaan yang termaktub dalam cita-cita Proklamasi. Intoleransi adalah pemberontakan terhadap konstitusi negara berdaulat. Intoleransi adalah kejahatan kemanusiaan. Karenanya harus dihapuskan dari kamus kehidupan Bangsa Indonesia.

Selamat Hari Toleransi Sedunia. Rukun damai Indonesia Raya, dalam Bhineka Tunggal Ika. Dirgahayu Partai Solidaritas Indonesia!

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas