Bertemu di Pacific Place, Pencatut Nama Presiden Minta 20 Persen Saham dari Freeport
Saham yang diminta 11 persen untuk presiden dan 9 persen untuk wapres. Presiden dan Wapres marah akan tindakan ini
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan besaran jumlah saham PT Freeport Indonesia yang diminta anggota DPR yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Saham tersebut, kata Sudirman sebagai pelicin untuk memuluskan langkah PT FI melakukan perpanjangan kontrak karya di Indonesia.
Anggota DPR tersebut kata Sudirman mengatakan jumlah saham itu akan diberikan untuk Presiden dan Wakil Presiden.
"Saham yang diminta 11 persen untuk presiden dan 9 persen untuk wapres. Presiden dan Wapres marah akan tindakan ini," kata Sudirman di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/11/2015).
Sudirman membeberkan, anggota DPR dan seorang pengusaha melakukan pertemuan ketiga kalinya dengan pimpinan PT FI pada Senin 8 Juni 2015 di Hotel Kawasan Pacific Place, SCBD, Jakarta Pusat.
Pertemuan tersebut kata Sudirman berlangsung sejak pukul 14.00 sampai 16.00 WIB.
Menurut Sudirman, dalam pertemuan di SCBD itu, oknum anggota DPR menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PT FI dan meminta agar PT FI memberikan saham yang disebutkan akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Anggota DPR tersebut juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika dan meminta PTFI menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dari proyek tersebut," tuturnya.
Menurut Sudirman, anggota DPR yang menjanjikan suatu cara penyelesaian kepada pihak yang sedang bernegosiasi dengan RI dan seraya meminta saham perusahaan dan saham proyek pembangkit listrik adalah tindakan yang tidak patut dilakukan.
Tindakan anggota DPR tersebut, kata Sudirman bukan hanya melanggar tugas dan tanggung jawab seorang anggota dewan karena mencampuri tugas eksekutif, tetapi juga mengandung unsur konflik kepentingan.
"Lebih tidak patut lagi tindakan ini melibatkan pengusaha swasta yang secara aktif ikut terlibat dalam membicarakan negosiasi dengan PT FI," tandasnya.