Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Semestinya Tidak Perlu Dilakukan

Sebab kasus pelanggaran HAM tahun 1965 bisa dilakukan dengan menempuh upaya rekonsiliasi

zoom-in Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Semestinya Tidak Perlu Dilakukan
Fox News/AP Photo/Peter Dejong
Penampakan suasana Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) 1965, Selasa (10/11/2015), yang diadakan di Nieuwe Kerk, Den Haag, Belanda. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Rakyat Internasional atau IPT yang digelar Den Haag, Belanda semestinya tidak perlu dilakukan.

Sebab kasus pelanggaran HAM tahun 1965 bisa dilakukan dengan menempuh upaya rekonsiliasi.

“Sebagai orang yang mengerti hukum dan warga negara Indonesia, Todung Mulya Lubis seharusnya tidak mempermalukan bangsanya dan lebih mengedepankan rasa nasionalisme,” ujar Ketua Umum DPP IKADIN, Sutrisno dalam pernyataannya, Senin(16/11/2015).

Sutrisno mengatakan langkah yang harus diambil para pelaku pengadilan rakyat tersebut adalah menggugat kejaksaan melalui pengadilan di dalam negeri dan diselesaikan di dalam negeri juga.

“Sebagai orang yang mengerti hukum seharusnya masalah ini diselesaikan dengan Hukum di Indonesia bukan di luar konstitusi kita. Apa yang mereka lakukan itu tidak mempunyai landasan hukum baik hukum nasional atau internasional karena mempermalukan bangsa,” tambah Sutrisno.

Karena itu pemerintah diharapkan bisa bertindak tegas terhadap warganya yang telah mempermalukan bangsa di mata internasional.

Meski demikian, Ikadin juga meminta pemerintah untuk secepatnya melakukan rekonsiliasi guna menuntaskan kasus 65 tersebut.

Berita Rekomendasi

“Rekonsiliasi harus dijalankan namun penyelidikan terhadap kasus tersebut tetap dijalankan oleh Kejaksaan. Rekomendasi dari komnas HAM atas kasus tersebut bisa dijadikan pijakan awal penyelidikan,” tegasnya.

Peristiwa yang terjadi pada 1965 ini merupakan kasus politik yang rumit dan proses hukum tidak akan dapat dilakukan dengan mudah karena banyak yang terkait.

"Tidak sesederhana itu, tak mudah kita giring pada pelanggaran HAM karena politik yang rumit. PKI itu jadi bagian tidak terpisahkan dari kekerasan yang dilakukan sebelumnya dan rentetan sikap politik PKI sendiri yang melakukan kudeta pada 1948 yang secara politik menimbulkan aksi reaksi yang membuatnya tidak mudah orang mencari siapa korban dan pelaku dalam konteks pelanggaran HAM," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas