Usai Teror Paris, Indonesia Diminta Waspada Ancaman ISIS
Pemerintah harus bersiaga pascateror di Paris, Prancis, pada Jumat (19/11/2015) lalu.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah harus bersiaga pascateror di Paris, Prancis, pada Jumat (19/11/2015) lalu.
Pengamat terorisme Mardigu Wowiek Prasantyo mengaku sudah mendapat informasi bahwa aksi teror akan merembet ke Indonesia.
Kepada wartawan saat dihubungi, Mardigu mengatakan pascaserangan di Paris, telah terjadi ekskalasi pergerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara.
Kata dia, ada semacam pesan kepada jaringan ISIS di seluruh dunia untuk bergerak. Namun ia mengaku tidak tahu apa latar belakangnya, hingga ekskalasi pergerakan mereka tiba-tiba ditingkatkan.
"Di Malaysia sudah lima orang ditangkap. Di Indonesia jaringan Santoso baru saja menerima uang Rp Rp 3 Miliar, dan itu untuk beli senjata," ujarnya.
Dikhawatirkan Santoso tengah mempersiapkan serangan besar. Ia mengaku sudah mendapat informasi bahwa pihak keamanan sudah bersiaga di wilayah Gunung Biru, Poso, Sulawesi Tengah, tempat jaringan Santoso bersembunyi.
Bila memang serangan itu terjadi, kata dia serangan tersebut akan berbentuk serangan terbuka seperti di Paris, bukan aksi pengeboman seperti yang selama ini terjadi di Indonesia. Ia mengaku khawatir, serangan itu terjadi saat pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak, 9 Desember mendatang.
"Bayangkan kalau serangan terjadi di tujuh wilayah saja, kan gawat sudah," jelasnya.
Mardigu mengaku khawatir, pemerintah tidak siap menghadapi serangan-serangan tersebut. Salah satu kelemahan pemerintah saat ini, adalah pergerakan dari lembaga-lembaga intelijen yang tumpang tindih.
"Seharusnya pergerakan intelijen itu terpusat, terserah mau di bawah BIN (Badan Intelijen Nasional) atau siapa, yang penting harus terpusat semua," ujarnya.