Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini 7 Alasan Buruh Tolak PP Pengupahan

Ia menyebut adanya tujuh alasan terkait penolakan tersebut.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ini 7 Alasan Buruh Tolak PP Pengupahan
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Presiden Konfedrasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan penolakan para buruh terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.

Ia menyebut adanya tujuh alasan terkait penolakan tersebut.

"Satu, upah tidak dibayar ketika buruh melakukan kegiatan serikat pekerja," kata Iqbal di Jakarta, Jumat (20/11/2015).

Selain itu, kenaikan upah minimum yang didasarkan pada formula inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional, berarti kenaikan upah minimum tidak lebih dari 10 persen setiap tahunnya. Iqbal mengaku, kebutuhan buruh selalu dinamis.

"Lalu komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan upah minimum, hanya ditinjau lima tahun sekali," katanya.

Dirinya menjelaskan, berdasarkan hasil survei KHL Dewan Pengupahan DKI Jakarta, bulan Oktober 2015 ditetapkan upah buruh sebesar Rp 2.819.445. Ia meminta kenaikan upah sebesar 22 persen dari KHL tersebut.

"Tiap tahun kebutuhan hidup kita semakin tinggi. Kita menuntut kenaikan upah buruh sebesar 22 persen dari KHL," katanya.

Berita Rekomendasi

Hal lain yang juga disorot dari PP pengupahan ialah adanya sanksi administratif yang diberikan bagi pengusaha yang tidak membayar upah.

Iqbal menilai, skema tersebut bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan di mana sanksinya adalah pidana.

"Sama seperti PP tentang pengupahan yang bertentangan dengan PP Nomor 8 Tahun 1981 tentang perlindungan upah," kata Iqbal.

PP tersebut, menurutnya tidak lagi mengatur peran negara dalam melindungi warganya terkait pemberian upah yang layak.

Terlebih mekanisme pengupahan di Indonesia selama ini menggunakan sistem upah murah yang justru memiskinkan buruh Indonesia.

"Pemerintah terlalu memberi keistimewaan pada buruh asing. Mereka dibayar dengan mata uang asing yang besarannya mengikuti kurs terkini. Ini berarti upah buruh asing jauh lebih besar daripada upah di negeri sendiri," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas