MKD Sambangi Kejagung Minta Rekaman 'Papa Minta Saham'
Sejumlah anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menyambangi kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menyambangi kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Empat anggota MKD yang datang pada sekitar 10.30 WIB, menggunakan tiga mobil.
Menurut anggota MKD, Junimart Girsang maksud kedatangan mereka untuk meminta ponsel yang merekam percakapan antara Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR RI Setya Novanto, dan pengusaha Muhammad Riza Chalid.
"Dalam rangka meminta rekaman asli," kata Junimart Girsang di depan Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Kamis (10/12/2015).
Junimart menyebutkan kedatangan mereka ke kantor Korps Adhyaksa, pada awalnya ingin bertemu dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
"Ya kami mau bertemu Jaksa Agung, tapi karena lagi ke Bandung, jadi ke Pidsus (pidana khusus)," kata Junimart.
Selain Junimart, tampak pula hadir Surahman Hidayat, Kahar Muzakir, dan Sufmi Dasco Ahmad.
Rekaman pembicaraan dalam ponsel tersebut, merupakan bukti dugaan pelanggaran etik oleh Ketua DPR RI Setya Novanto yang tengah disidangkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Pada sidang yang berlangsung pada Kamis (3/12/2015), Maroef sebagai saksi diminta untuk menghadirkan bukti rekaman tersebut, langsung dari ponselnya.
Sedangkan ponsel tersebut, saat ini tengah berada di Jampidsus untuk menyelidiki dugaan permufakatan jahat pada pembicaraan yang direkam dengan alat komunikasi itu.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut Ketua DPR meminta sejumlah saham guna memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya pengelolaan wilayah Tembagapura, Papua oleh perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.