Franz Magnis-Suseno: Indonesia Harus Hindari Hukuman Mati
Sebagai negara beradab, Indonesia tidak boleh menghindar lagi dari pembahasan pidana mati.
Editor: Gusti Sawabi
”Banyak riset membantah hal tersebut. Berat atau ringannya suatu pidana tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur penghitungan kenaikan atau penurunan suatu angka kriminalitas,” tandasnya.
Dalam hal pidana mati, jelas Ririn, penjatuhan pidana mati bukanlah faktor deteransi yang lebih kuat ketimbang pidana penjara sehingga belum dapat disimpulkan pidana mati mampu berfungsi sebagai faktor deteransi. Contoh nyata dapat ditemukan dalam kasus pidana narkoba.
”Angka terbesar dari pidana mati yang dijatuhkan dan dieksekusi berapa tahun terakhir dijumpai dalam kasus narkoba, namun jumlah kasus kriminalitas yang terkait dengan narkoba juga semakin naik,” gugatnya.
Sementera Benny sangat menyesalkan justru di pemerintahan sipil yang kerakyatan Indonesia mengeksekusi mati beberapa orang sekaligus.
“Kita juga bertanya mengapa tindakan itu justru populer di dalam negeri. Apa yang salah dengan hukum dan politik kita,” kritik Benny. Diskusi yang dipandu oleh Direktur Riset Respublica Political Institute, Raymond Jr Pardamean Sihombing itu dihadiri puluhan aktivis dari berbagai komunitas.
Lebih lanjut, Benny juga mengkritik kinerja para penegak hukum yang miskin akuntabilitas sehingga kejahatan narkoba tetap meningkat.
Faktanya pidana mati tidak menyurutkan kejahatan narkoba. Menurut Benny, perbaikan akuntabilitas dan integritas penegakan hukum adalah mutlak.
Menurutnya, Indonesia tidak boleh terjebak eforia kesadaran palsu terhadap dukungan pidana mati. “Semakin negara itu demokratis harus semakin menghormati dan melindungi hak asasi manusia,” kata Benny. (put)