Cecep: Riuh Polemik Freeport Jangan Tenggelamkan Kasus Suap
ada kecenderungan masyarakat melupakan sebuah kasus hukum karena tenggelam oleh isu-isu lain yang dianggap lebih menarik.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Politik Cecep Hidayat mengatakan, ada kecenderungan masyarakat melupakan sebuah kasus hukum karena tenggelam oleh isu-isu lain yang tengah 'booming'.
Ia mencontohkan, riuhnya polemik perpanjangan kontrak kerja PT Freeport Indonesia seolah membuat kasus suap yang menyeret nama Patrice Rio Capella menjadi seperti 'tak terkawal'.
Dia mengatakan, polemik Freeport memang menyita perhatian. Namun, kasus suap Rio Capella tetap harus dikawal.
“Intinya, ada kecenderungan kalau ada isu baru, maka yang lama menjadi tenggelam. Tugas kita bersama untuk mengawal kasus,” katanya pada Tribunnews.com, Minggu (13/12/2015).
Lebih rinci, Cecep menilai, ada tantangan yang harus diatasi KPK dalam kasus ini. Seperti diketahui, kasus tersebut terbagi menjadi dua perkara.
Kejaksaan menangani kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial di provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2013-2014. Adapun KPK mendalami kasus suap-nya.
"Ini tantangan buat KPK, sebaiknya tidak memilah-milah kasus yang ada. KPK juga sebaiknya mendalami nama-nama yang disebut-sebut dalam kesaksian di persidangan," kata Cecep.
Adapun Rio Patrice Capella Rio merupakan tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah badan usaha milik daerah di Provinsi Sumatera Utara oleh Kejaksaan.
Dalam kasus ini, Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, diduga memberi uang Rp 200 juta kepada Rio melalui Fransisca Insani Rahesti, staf magang di kantor OC Kaligis.
Pemberian tersebut dilakukan agar Rio membantu "mengamankan" kasus bansos yang ditangani Kejaksaan Agung karena nama Gatot tercantum sebagai tersangka perkara tersebut.
Atas perbuatannya, Rio dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.