Jaksa Agung Butuh Keterangan Riza Chalid Usut Kasus 'Papa Minta Saham'
Kehadiran pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid untuk memberikan keterangan dipandang Jaksa Agung Muhammad Prasetyo penting bagi penyelidikan dugaan p
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kehadiran pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid untuk memberikan keterangan dipandang Jaksa Agung Muhammad Prasetyo penting bagi penyelidikan dugaan permufakatan jahat.
Pasalnya, Prasetyo menilai taipan minyak yang kini masih misteri keberadaannya itu punya peran dominan dalam perkara ini.
Meskipun Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menyatakan Riza tidak diperlukan kesaksiannya.
"MKD mengatakan tidak perlu, kami bilang perlu. Kami liat dia yang dominan dalam permufakatan jahat," kata Jaksa Agung di Gedung Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan, Ragunan, Jakarta, Selasa (15/12/2015).
Mantan anggota Komisi III DPR itu, tetap meminta Riza untuk hadir dan memberikan keterangan.
Menurutnya, hadir untuk memberikan keterangan dalam penyelidikan adalah kewajiban sebagai warga negara.
Terkait keberadaannya saat ini, Jampidsus menyebutkan hanya tahu bahwa taipan minyak itu berada di luar negeri.
Pihak Kejaksaan juga telah meminta bantuan Intelijen Kejaksaan untuk menelusuri keberadaan Riza.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengaku sulit untuk melacak keberadaan pengusaha Muhammad Riza Chalid.
Pasalnya pengusaha yang terlibat dalam rekaman pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia menghilang.
"Saya kira susah (dicari) orangnya. Dia (Riza) selalu menghilang dari kerumunan dan keramaian," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Amir Yanto saat dihubungi Selasa (7/12/2015).
Amir menyatakan Riza Chalid sebenarnya telah dipanggil pada Senin (7/12/2015).
Namun pengusaha tersebut tidak memenuhi undangan untuk memberikan keterangan.
Pada rekaman itu terdapat pembicaraan antara Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha Muhammad Rizal Chalid.
Dalam pembicaraan tersebut, Setya Novanto mencatut nama presiden dan wakil presiden untuk meminta sejumlah saham perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu dan menjanjikan pemulusan negosiasi perpanjangan kontrak karya kawasan Tembagapura, Papua.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.