Masinton: Setelah RJ Lino, Selanjutnya Rini Harus Diberhentikan
Rini juga harus diberhentikan.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Masinton Pasaribu meminta Presiden Joko Widodo untuk segera memberhentikan Rini Soemarno dari jabatannya sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Anggota Panitia Khusus Angket Pelindo II Masinton mengatakan, pemberhentian terhadap Richard Joost Lino dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Pelindo II setidaknya sudah sesuai dengan rekomendasi pansus.
Namun, rekomendasi itu perlu benar-benar dijalankan, sehingga Rini juga harus diberhentikan.
"Rini kan juga melakukan pembiaran atas pelanggaran Undang-Undang, jadi Rini juga harus bertanggung jawab. Beliau juga terlibat perpanjangan kontrak JICT. Fakta-faka itu terdokumentasi," kata Masinton saat dihubungi, Rabu (23/12/215).
Politisi PDI-P ini pun meyakini, dalam waktu dekat Presiden akan menjalankan rekomendasi pansus untuk memberhentikan Rini. Presiden saat ini sudah menerima rekomendasi Pansus dan sedang mempertimbangkannya.
"Kita serahkan ke hak prerogatif Presiden. Kalau Presiden saya yakin dan percaya beliau patuh kepada konstitusi dan UU. Beliau bekerja bukan berdasarkan suka tidak suka, tapi UU. Kalaau bawahannya melanggar UU, ya harus diberhentikan," ucap Masinton.
Pansus Pelindo yang dipimpin politisi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, merekomendasikan agar Rini Soemarno mencopot RJ Lino dari jabatan Dirut PT Pelindo II.
Selain itu, Pansus Pelindo juga meminta Presiden Jokowi menggunakan hak prerogatifnya untuk mencopot Rini dari jabatan Menteri BUMN.
Dalam argumentasinya, Rieke menjelaskan, secara politik, Pansus Pelindo mendapatkan fakta bahwa Menteri BUMN dan Dirut Pelindo II telah bertindak dengan tidak memenuhi asas umum pemerintahan yang baik.
Mereka tidak mematuhi ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Anti-KKN.
Dari sisi ekonomi, Pansus Pelindo mendapati sejumlah kejanggalan.
Pertama, jika merujuk pada perjanjian kontrak 1999-2019, maka di dalamnya terdapat technical know-how atau alih keterampilan dan teknologi. Namun, hal itu ditemukan dalam realisasi di lapangan.
"Yang terjadi adalah pengubahan pendapatan menjadi biaya yang ditransfer ke perusahaan yang sama sekali tidak kompeten di bidang jasa pelabuhan," kata Rieke.
"Indikasi tindak pidana perpajakan ini dibiarkan berlangsung karena lemahnya daya tawar terhadap investor asing," ujar dia.(Ihsanuddin)