Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengacara Tidak Bisa Hadiri Sidang Teguran, Eksekusi Yayasan Supersemar Mundur

Sidang teguran (aanmaning) untuk Yayasan Supersemar yang agendanya berlangsung hari ini, Rabu (23/12), di Pengadilan Negeri Jaksel ditunda

Penulis: Valdy Arief
Editor: Sanusi
zoom-in Pengacara Tidak Bisa Hadiri Sidang Teguran, Eksekusi Yayasan Supersemar Mundur
Tribunnews.com/Valdy Arief
Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutrisna di Kantornya, Ampera, Jakarta, Rabu (23/12/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang teguran (aanmaning) untuk Yayasan Supersemar yang agendanya berlangsung hari ini, Rabu (23/12), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ditunda.

Menurut Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutrisna, permintaan penundaan disampaikan kuasa hukum Yayasan Supersemar melalui surat yang disampaikan ke juru sita.

"Termohon melalui kuasa hukumnya kirim surat tudak bisa hadir pada hari ini dengan alasan sedang berada di luar kota," kata Made Sutrisna di Kantornya, Ampera, Jakarta, Rabu (23/12/2015).

Pada surat tersebut pengacara Yayasan Supersemar, Deny Kailimang, meminta pengadilan menunda sidang hingga 6 Januari 2016.

Made menjelaskan, dengan adanya surat permintaan penundaan sidang aanmaning dari pengacara Yayasan Supersemar, maka waktu batas delapan hari untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung menjadi mundur.

Semula, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengagendakan pemanggilan Pengurus Yayasan Supersemar untuk menghadiri sidang aanmaning. Pada sidang tersebut pengurus selaku tergugat dimintai ganti rugi pembayaran secara sukarela. Jika dalam batas waktu delapan hari setelah teguran disampaikan pembayaran denda tidak dilaksanakan, pengadilan dapat melaksanakan eksekusi secara paksa.

Perkara kasus Yayasan Supersemar bermula ketika pemerintah pada tahun 2007, menggugat Soeharto dan yayasan tersebut terkait dugaan penyelewengan dana beasiswa yang disalurkan.

Berita Rekomendasi

Kejaksaan Agung pada gugatannya menyebutkan dana beasiswa yayasan itu yang seharusnya disalurkan ke penerima beasiswa tapi pada praktiknya disalurkan ke beberapa perusahaan seperti Bank Duta, Sempati Air, dan PT Kiani Lestari.

Pada Selasa (11/8/2015) Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Kejaksaan Agungdalam perkara ini dan mengharuskan ahli waris Soeharto 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar atau total Rp 4,4 triliun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas