Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KALEIDOSKOP 2015: Pelawak, Pengacara, Politisi Korup Berakhir di Meja Hijau

Sederet nama diputus bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sepanjang tahun 2015.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KALEIDOSKOP 2015: Pelawak, Pengacara, Politisi Korup Berakhir di Meja Hijau
Harian Warta Kota/henry lopulalan
MANDRA TUNTUTAN - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan program di Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Mandra Naih menunggu jadwal sidang dengan agenda tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11). Majelis hakim sempat menunda sidang minggu kemarin membacakan tuntutan Mandra karena JPU belum siap. Warta Kota/henry lopulalan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tahun 2015 segera berganti. Sepanjang tahun ini, banyak kejadian penting yang mewarnai Indonesia, termasuk sejumlah hukuman yang harus diterima koruptor.

Sederet nama diputus bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sepanjang tahun 2015.

Vonis yang menjerat pejabat negara yang diputus Pengadilan Tipikor Jakarta ialah, Wali Kota Palembang nonaktif Romi Herton yang divonis hukuman pidana penjara selama 6 tahun. Putusan ini lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa KPK yang meminta hakim untuk mencopot hak politik Romi selama 11 tahun.

Sidang putusan Romi dan istrinya Masyito, dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Supriyono di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor). Romi dipidana penjara selama 6 tahun sementara istrinya dipidana penjara selama 4 tahun.

"Tuntutan jaksa untuk mencabut hak politik terdakwa tidak dapat dibuktikan. Meski terdakwa terbukti melakukan tindak pidana tetapi putusan sengketa pilkada di MK diputus oleh 9 hakim konstitusi," ucap hakim ketua Supriyono dalam sidang di PN Tipikor, Jl HR Rasuna Sahid, Jakarta Selatan, Senin (9/3/2015).

Selanjutnya, majelis hakim di Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan hukuman selama 6 tahun penjara pada Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun, Rabu (24/6/2015). Annas dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara korupsi alih fungsi lahan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi Riau.

Annas juga dibebankan denda Rp 200 juta subsidair 2 bulan kurungan. Vonis Annas tersebut sama dengan tuntutan yang diajukan JPU KPK dimana yang berbeda yaitu pada jumlah denda di mana JPU mengajukan denda Rp 250 juta subsidair 5 bulan kurungan.

Berita Rekomendasi

Putusan hakim Tipikor yang ketiga dalam catatan Tribunnews.com ialah bekas Direktur PT Bursa Berjangka Jakarta (PT BBJ) Moch Bihar Sakti Wibowo divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan penjara. Ia diyakini ikut menyuap Kepala Bappebti Syahrul Raja Sempurnajaya Rp 7 miliar terkait izin usaha lembaga kliring berjangka.

"Mengadili, menyatakan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi, menjatuhkan kepada terdakwa Moch Bihar Sakti Wijaya dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Aswijon saat membacakan putusan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (10/8/2015).

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 4 tahun penjara dan denda Rp 200 jua subsidair 6 bulan kurungan. Bihar dianggap tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.

Selanjutnya, mantan Gubernur Maluku Utara (Malut), Thaib Armaiyn, divonis majelis hakim tipikor dengan hukuman 2 penjara dan denda Rp 150 juta subsidair 3 bulan. Thaib terbukti melakukan korupsi anggaran Dana Tak Terduga (DTT) Pemprov tahun Anggaran 2004.

"Menyatakan terdakwa Drs Thaib Armaiyn terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana tercantum dalam dakwaan subsider," kata Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (12/8/2015).

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 150 juta subsidair 3 bulan penjara," lanjutnya.

Thaib terbukti melanggar pasal pasal 3 UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana diubah dalam UU no 20 tahun 2001. Ia terbukti melakukan kegiatan yang memperkaya diri sendiri dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Direktur PT Maju Mitra Sukses (PT MMS) Andrew Hidayat divonis pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan, setelah terbukti menyerahkan uang kepada politikus PDIP Adriansyah.

Vonis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut pidana 3 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan.

"Terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berlanjut, untuk itu hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun," kata hakim John di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/9/2015).

John mengatakan, Andrew terbukti menyuap Adriansyah terkait peran mantan Bupati Tanah Laut, Kalsel, itu dalam membantu pengurusan perijinan usaha pertambangan untuk PT MKS. Suap yang diberikan mencapai Rp 1 miliar, US$ 50.000, dan SGD50.000. Penyerahan uang diberikan empat kali dalam rentang waktu 13 November 2014, 21 November 2014, 28 Januari 2015, dan 9 April 2015.

Giliran politikus Senayan, Sutan Bhatoegana yang juga mantan Ketua Komisi VII DPR dihukum 10 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 1 tahun kurungan.

Majelis Hakim yang dipimpin Artha Theresia Silalahi menyatakan Sutan terbukti menerima duit USD 140 ribu dari Waryono Karno, duit USD 200 ribu dari Rudi Rubiandini dan menerima satu unit tanah dan bangunan seluas 1.194,38 m2 di Medan dari Komisaris PT SAM Mitra Mandiri, Saleh Abdul Malik.

Atas vonis tersebut, politikus Partai Demokrat itu sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.Sayang, niat Sutan yang akrab dengan ucapan 'ngeri-ngeri sedap' ini ditolak PT DKI. Dia masuk dalam pusaran perkara korupsi bermula dari pengembangan penyidikan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.

Lebih lanjut Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta juga memvonis bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno enam tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan penjara. Vonis dibacakan Rabu (16/9/2015).

"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan satu alternatif kedua, dakwaan kedua primer, dan dakwaan ketiga," ujar Hakim Ketua Artha Theresia saat membacakan vonis.

Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu sembilan tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Hal yang meringankan Waryono, kata hakim, adalah berusia lanjut, belum pernah dihukum, dan banyak mendapatkan penghargaan selama menjadi pejabat negara.

"Hal-hal yang memberatkan, tindakan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah untuk memberantas korupsi," kata Hakim Artha.

Tak hanya sejumlah kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pengadilan Tipikor juga mengadili terdakwa kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung.

Salah satunya ialah mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono. Majelis Hakim menyatakan Pristono tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi pada dakwaan pertama terkait pengadaan bus TransJakarta tahun 2012 dan 2013 dan tidak terbukti dakwaan ketiga mengenai tindak pidana pencucian uang.

Pristono hanya dinyatakan terbukti pada dakwaan kedua subsidair yakni menerima duit gratifikasi Rp 78 juta dari selisih harga penjualan mobil dinas berplat merah merk Toyota Kijang tipe LSX Tahun 2002 yang dijual pada tahun 2012 ke Yeddie Kuswandy Direktur PT Jati Galih Semesta.

"Menyatakan terdakwa Udar Pristono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kedua subsidair," ujar Hakim Ketua Artha Theresia Silalahi membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9/2015).

Atas perbuatannya, Pristono dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 5 bulan kurungan. Vonis ini sangat jauh lebih rendah karena Pristono sebelumnya dituntut Jaksa pada Kejagung dengan hukuman 19 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron juga telah divonis dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim meyakini Fuad Amin terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer serta tindak pidana pencucian uang.

"Terdakwa Fuad Amin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kedua dan ketiga," kata hakim Muchli di Pengadilan Tipikor Jakarta Senin (19/10/2015).

Namun jaksa penuntut umum pada KPK tidak terima dan memutuskan untuk banding. Hal itu lantaran putusan itu jauh dari tuntutan yang telah dibacakan. Tuntutan yang dikenakan pada Fuad Amin yaitu hukuman penjara selama 15 tahun dan denda Rp 3 miliar subsider 11 bulan kurungan.

Pengajuan banding itu disebut lantaran aset-aset Fuad Amin yang tidak ikut disita. Selain itu vonis tersebut dianggap KPK lebih rendah dari tuntutan yang diajukan.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis anggota Komisi IV DPR yang juga mantan politikus PDI Perjuangan Adriansyah dengan pidana penjara selama 3 tahun penjara dalam kasus suap dari Andrew Hidayat, seorang pengusaha batu bara asal Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara 3 tahun. Denda Rp 100 juta dengan subsidair 1 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Tito Suhut di ruang sidang Tipikor, Jakarta, Senin (23/11/2015).

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni lima tahun 3 bulan dan pidana denda Rp 250 juta, subsider 4 bulan kurungan.

Sementara itu, mantan Kadis PU Sumatera Selatan Rizal Abdullah dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi terkait pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring, Palembang. Rizal divonis 3 tahun penjara.

"Terdakwa terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara besama-sama sebagaimana dakwaan kedua," ujar Hakim Muhammad Muhlis di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Jumat (27/11/2015).

"Menetapkan pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 150 juta, atau kurungan 2 bulan," kata hakim.

Rizal didakwa melanggar Pasal 3 ayat 1 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Putusan ini lebih rendah 2,5 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Rizal dengan hukuman 5,5 tahun penjara.

Vonis lima tahun dan enam bulan penjara dijatuhkan kepada terdakwa Otto Cornelis Kaligis. Mantan Ketua Mahkamah Partai NasDem itu dinilai terbukti menyuap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Medan, Sumatera Utara.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Otto Cornelis Kaligis secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama," ujar Hakim Sumpeno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (17/12/2015).

Kaligis menyuap hakim dan panitera PTUN Medan untuk mengabulkan gugatan atas surat penyelidikan dan surat panggilan permintaan keterangan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Ketika itu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara tengah mengusut kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Tak hanya hukuman kurungan, Kaligis juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan. Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Jaksa sebelumnya menuntut hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan.

Masih berkaitan dengan kasus pengacara gaek OC Kaligis, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan (PTUN) Medan Tripeni Irianto Putro dihukum dua tahun penjara. Hakim Tipikor menilai dia terbukti menerima suap dari Kaligis untuk mengabulkan gugatan yang diajukan ke PTUN Medan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama," ujar hakim Saiful Arif di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (17/12/2015).

Selain itu, Tripeni juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut empat tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta subsider lima bulan kurungan.

Komendian asal Betawi, Mandra Naih alias Mandra, dengan pidana penjara selama satu tahun dan denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan. Salah satu bintang dalam serial 'Si Doel Anak Sekolahan' itu dinilai terbukti dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi program hak siap siar di TVRI tahun 2012.

"Menyatakan terdakwa haji mandra terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsidair," kata Hakim Ketua Arifin dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (17/12/2015).

Meski terbukti bersalah Mandra dinilai tak mengambil uang negara atau menikmati uang negara. Mandra dinyatakan bersalah oleh karena mengizinkan Andi Diansyah dan memberikan kuasa kepadanya untuk menggunakan PT Viandra Production miliknya untuk mengikuti pengadaan program siap siar LPP TVRI denga menyertakan 3 buah film miliknya dalam proses lelang.

Selanjutnya, Mandra dianggap mengetahui dokumen-dokumen miliknya sudah tidak memenuhi persyaratan dalam proses pengadaan tersebut. Hal itu kemudian dimanfaatkan saksi Andi dan Iwan Chermawan untuk meraup keuntungan menyetujui 3 kontrak film yang dimiliki terdakwa dengan me-markup nilai harga yang tidak wajar.

Mandra juga dianggap lalai karena tidak mengawasi penggunaan izin perusahaan yang diberikan kepada Andi dan Iwan sehingga disalahgunakan. Terbukti Andi dianggap telah memalsukan tanda tangan atas nama terdakwa.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun, menjatuhkan pidana denda sebesar Rp50 juta, apabila tidak dibayar denda diganti kurungan selama 2 bulan," jelas Arifin.

Dalam memberikan putusan, majelis hakim mempertimbangkan dua hal yakni hal yang memberatkan dan meringankan. Memberatkan lantan Mandra dianggap tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi.

Meringankan lantaran terdakwa terus mengakui perbuatannya. Selain itu, terdakwa merasa menyesali perbuatannya dan berjanji akan berhati-hati agar tak mengulangi perbuatannya di kemudian hari.

"Terdakwa tidak menikmati uang negara. Terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga," kata hakim.

Dipenghujung tahun, mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, divonis satu tahun dan enam bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Rio dianggap terbukti menerima hadiah dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, untuk mengamankan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Kejaksaan Agung.

"Mengadili, menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua," ujar Hakim Artha Theresia di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/12/2015).

Selain itu, Rio diwajibkan membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan. Vonis hakim lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum, yakni dua tahun penjara.

Menurut hakim, Rio bersalah karena menerima hadiah berkaitan dengan jabatannya selaku anggota DPR untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.Hal tersebut menjadi pertimbangan memberatkan hakim untuk menjatuhkan vonis kepada Rio.

"Hal yang meringankan, terdakwa berterus terang, belum menikmati hasil perbuatan, dan masih punya tanggungan keluarga," ujar hakim.

Tak hanya itu, hakim juga menolak permintaan Rio untuk menjadi justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus tertentu.

Rio merupakan tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah badan usaha milik daerah di Provinsi Sumatera Utara oleh kejaksaan.

Dalam kasus ini, Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, diduga memberi uang Rp 200 juta kepada Rio melalui Fransisca Insani Rahesti, pegawai staf magang di kantor OC Kaligis. Pemberian tersebut dilakukan agar Rio membantu "mengamankan" kasus bansos yang ditangani Kejaksaan Agung karena nama Gatot tercantum sebagai tersangka perkara tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas