PPATK Endus Aliran Uang Miliaran Rupiah dari Australia Untuk Pendanaan Teroris
Ada dana sekitar 500 ribu dollar Amerika Serikat (AS) atau lebih dari Rp 6,8 miliar masuk dari Australia ke Indonesia.
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada dana sekitar 500 ribu dollar Amerika Serikat (AS) atau lebih dari Rp 6,8 miliar masuk dari Australia ke Indonesia.
Dana sebesar tersebut diduga digunakan untuk mendanai jaringan terorisme.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan pihaknya mengendus dana tersebut dikumpulkan sejumlah yayasan di negeri Kangguru tersebut.
Setelah terkumpul, kemudian dikirimkan ke sejumlah yayasan di Indonesia.
"Kita temukan seseorang inisial L dari Australia, mungkin kampanyenya untuk sumbangan amal, ternyata mengalir ke yayasan di Indonesia dan yang punya (sekarang sudah) tewas di Suriah," kata Yusuf dalam jumpa persnya di kantor PPATK, Jakarta, Senin (28/12/2015),
Yusuf menjelaskan uang yang dikirimkan dari Australia ke Indonesia tersebut belum seluruhnya bisa dibuktikan akan digunakan untuk kepentingan aksi terorisme.
Namun warga negara Australia berinisial L adalah seseorang yang dianggap berbahaya di Australia.
"Kalau kita lihat sumber pendanaannya ada dari hibah, infaq, fa'i, atau rampasan perang, dan kriminal," ujarnya.
Dana dari Australia tersebut terlacak bersamaan dengan sekitar dua belas transaksi lainnya di Indonesia.
Pelacakan tersebut dilakukan atas perintah PBB, terkait rekening-rekening para anggota Al Qaida atau Al Qaeda Section List (AQSL).
Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, mengatakan pihaknya tidak bisa menyimpulkan apakah transaksi yang diendus PPATK, ada kaitannya dengan gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Menurutnya, hal tersebut hanya bisa disimpulkan penegak hukum.
Ia menjelaskan, bahwa uang dari Australia umumnya digunakan untuk mendanai empat hal.
Diantaranya untuk membeli senjata di Filipina, mengumpulkan pendukung, menyantuni keluarga pelaku teror yang tewas, dan mendanai biaya latihan.
"Itu pada umumnya yang digunakan para pelaku teror," ucapnya.