Surat Kabar Legendaris Tutup, Sinar Harapan: Pamit, Terima Kasih dan Mohon Maaf
Surat kabar legendaris yang dikenal sebagai koran tertua yang mencatat sejarah perjalanan Indonesia harus ditutup, Kamis (31/12/2015).
Penulis: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM - Duka kembali menyelimuti jurnalisme di Indonesia, bukan karena kematian tokoh pers namun satu lagi sebuah surat kabar legendaris harus berhenti menyapa pembaca.
Sebuah media yang dikenal sebagai koran tertua dan eksis mencatat sejarah perjalanan Indonesia harus ditutup, Kamis (31/12/2015).
Sinar Harapan resmi menyatakan diri ditutup tepat akhir tahun 2015.
Hingga Sabtu (1/1/2016) tautan tulisan Daud Sinjal Pemimpin Umum/Ketua Dewan Redaksi Sinar Harapan yang menyatakan permohonan maaf serta pamit menjadi viral.
Seperti dikutip dari situs resmi sinarharapan.co Daud menyampaikan permohonan maaf dan terima kasih kepada para mitra kerja sama, para pengiklan, dan penyalur Sinar Harapan.
"Kepada para narasumber yang setia, kami menyampaikan pamit seraya meminta maaf karena Sinar Harapan sudah tidak terbit lagi pada 2016."
"Kami berterima kasih dan bersyukur mempunyai teman-teman yang telah bersama hadir di Sinar Harapan sejak penerbitan pertamanya dan berlanjut pada penerbitan keduanya."
"Kami berterima kasih sekaligus memohon maaf kepada penyumbang tulisan dan gambar, serta kelompok pemerhati dan pemikir yang kreatif yang secara sukarela mengasuh rubrik-rubrik khusus."
"Mohon maaf dan terima kasih kami sampaikan pula kepada para mitra kerja sama, para pengiklan, dan penyalur Sinar Harapan."
"Tentunya pula terima kasih dan mohon maaf kepada segenap pembaca setia Sinar Harapan. Kiranya segala yang terbaik berlangsung pada 2016."
"Sinar Harapan adalah sebuah koran atau surat kabar Indonesia yang telah terbit kembali pada tahun 2001 setelah dibredel pada tahun 1986."
Demikian penggalan untaian kata dari pimpinan dewan redaksi terakhir surat kabar Sinar Harapan, secara lengkap bisa dibaca melalui tautan ini.
Penutupan Sinar Harapan atas permintaan investor yang menilai surat kabar ini tak memberikan keuntungan.
Beredar beberapa foto yang menunjukkan tangis dan haru perpisahan kru redaksi maupun layout pada produksi terakhir mereka.
Sejarah Sinar Harapan
Dikutip dari Wikipedia, Sinar Harapan terbit perdana pada tanggal 27 April 1961.
Tokoh – tokoh yang terlibat dalam upaya pendirian Sinar Harapan adalah : Dr Komang Makes; Lengkong; Ds Roesman Moeljodwiatmoko; Simon Toreh; Prof Dr Soedarmo; JZ Andries; Dr J Leimena; Supardi; Ds Soesilo; Ds Saroempaet; Soehardhi; Ds S Marantika; Darius Marpaung; Prof Ds JLCh Abineno; JCT Simorangkir SH; Ds WJ Rumambi; HG Rorimpandey; Sahelangi; ARSD Ratulangi; Dra Ny B Simorangkir.
Pada awal pendirian, HG Rorimpandey dipercaya sebagai Pemimpin Umum, sedangkan Ketua Dewan Direksi adalah JCT Simorangkir dan Pelaksana Harian adalah Soehardhi.
Pada awalnya (27 April 1961), oplah Sinar Harapan hanya sekitar 7.500 eksemplar.
Namun pada akhir tahun 1961, oplahnya melonjak menjadi 25.000 eksemplar.
Seiring dengan perkembangan waktu, Sinar Harapan terus berkembang menjadi koran nasional terkemuka serta dikenal sebagai “raja koran sore”.
Sebagai ilustrasi, pada tahun 1985 Sinar Harapan telah terbit dengan oplah sekitar 250.000 eksemplar.
Jumlah karyawan yang semula (tahun 1961) sekitar 28 orang telah membengkak menjadi sekitar 451 orang (tahun 1986).
Penghargaan
Berbagai penghargaan telah diterima Sinar Harapan.
Penghargaan tersebut antara lain Sinar Harapan mendapatkan tropi Adinegoro dari PWI pada tahun 1975, 1976 dan 1979 untuk penulisan terbaik, yaitu untuk wartawan Subekti, Panda Nababan dan Yuyu A.N Mandagie.
Tahun 1976 Tajuk Rencana Sinar Harapan mendapat penghargaan Kalam Kencana dari Departemen Penerangan. Tahun 1982, Bernadus Sendouw meraih tropi Adinegoro bidang foto.
Tahun 1983 memborong 5 tropi Adinegoro bidang P4 (Suryanto Kodrat), karikatur (Pramono R Pramoedjo), foto (Indra Rondonuwu), luar negeri (Samuel Pardede) dan Tajuk Rencana.
Tahun 1984 meraih 2 tropi Adinegoro untuk Tajuk Rencana dan karikatur (Pramono). Tahun 1985 meraih 4 tropi Adinegoro, yaitu 2 buah untuk foto (Tinnes Sanger dan Bernadus Sendouw), dan 2 buah untuk karikatur (Pramono dan Thomas Lionar).
Tahun 1986 Sinar Harapan meraih juara I sebagai surat kabar Ibukota yang unggul dalam pemberitaan mengenai pembangunan DKI Jakarta bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan selama tahun 1985.
Pembredelan
Motto Sinar Harapan adalah “Memperjuangkan Kemerdekaan dan Keadilan, Kebenaran dan Perdamaian berdasarkan Kasih” yang dijalankan secara konsisten oleh pengelola Sinar Harapan.
Konsekuensi dari konsistensi jajaran Sinar Harapan menjalankan motto, maka Sinar Harapan harus mengalami beberapa kali pembredelan oleh pemerintah.
Pada tanggal 2 Oktober 1965, Sinar Harapan dibreidel supaya peristiwa G 30 S-PKI tidak diekspos secara bebas oleh media.
Hanya media-media tertentu saja yang boleh terbit.
Pada tanggal 8 Oktober 1965 Sinar Harapan diperbolehkan kembali terbit. Pada bulan Juli 1970 pemerintah Orba menyorot pemberitaan Sinar Harapan yang mengekspos laporan Komisi IV mengenai korupsi.
Pemerintah menganggap Sinar Harapan telah melanggar kode etik pers karena mendahului Presiden karena laporan Komisi IV tersebut baru akan dibacakan Presiden pada tanggal 16 agustus 1970.
Namun beberapa pihak justru memuji Sinar Harapan yang unggul dalam news getting.
Dalam kasus ini, Dewan Kehormatan PWI menyimpulkan bahwa belum melihat cukup alasan untuk mengatakan telah terjadi pelanggaran kode etik pers oleh Sinar Harapan.
Pada bulan Januari 1972 kembali Sinar Harapan berurusan dengan Dewan Kehormatan Pers karena pemberitaan tanggal 31 Desember 1971 dengan judul tulisan “Presiden larang menteri-menteri beri fasilitas pada proyek Mini”.
Tanggal 2 Januari 1973 Pangkokamtib mencabut sementara Surat Izin Cetak Sinar Harapan berkaitan dengan pemberitaan RAPBN dengan judul “Anggaran ‘73-’74 Rp. 826 miliar”.
Pada tanggal 12 Januari 1973 Sinar Harapan diperbolehkan terbit kembali.
Terkait dengan peristiwa “Malari” 1974, kembali sejumlah media dibreidel, termasuk Sinar Harapan.
Tanggal 20 Januari 1978 pukul 20.21 Sinar Harapan melalui telepon diperintahkan tidak terbit untuk esok harinya oleh Pendam V Jaya.
Hal tersebut kemungkinan karena Sinar Harapan dan beberapa media lain memberitakan kegiatan mahasiswa yang dianggap dapat memanaskan situasi politik.
Tanggal 4 Februari 1978 Sinar Harapan diperbolehkan terbit kembali.
Dan yang paling memukul adalah pembatalan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan) oleh pemerintah Soeharto pada pada bulan Oktober 1986 akibat Sinar Harapan memuat head line “Pemerintah Akan Cabut 44 SK Tata Niaga Bidang Impor”.
Breidel ini mengakibatkan 15 tahun lamanya Sinar Harapan dipaksa tidak boleh terbit.
Terbit Kembali
Pada era Reformasi, kebebasan pers mulai diperlonggar.
Sinar Harapan diterbitkan kembali pada tanggal 02 Juli 2001 oleh HG Rorimpandey dan Aristides Katoppo di bawah naungan PT Sinar Harapan Persada.
Meskipun telah 14 tahun “dikubur”, kebangkitan kembali Sinar Harapan tetap mendapat respon positif dari berbagai pihak, baik dari kalangan elit pemerintah, elit politik, pelaku bisnis, kaum profesional, biro iklan sampai agen koran.
Berbagai penghargaan jurnalistik juga kembali telah diterima beberapa wartawan Sinar Harapan. (*)