Jusuf Kalla Menolak Tawaran Jadi Ketua Umum Golkar Transisi
"Urus negara, mana ada waktu apalagi urus partai. Tidak ada lah itu," jelas JK.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jusuf Kalla yang merupakan mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, dianggap sebagai orang yang paling mampu mendamaikan konflik Partai Golkar.
Jusuf Kalla yang kini menjabat Wakil Presiden itu, menurut Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) hasil Munas Ancol Leo Nababan, dianggap pantas menjadi ketua umum Golkar di masa transisi.
Namun Jusuf Kalla menilai anggapan tersebut tidak tepat.
Kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta Pusat, Senin (4/1/2015), mengatakan bahwa ia tidak memiliki waktu luang lebih, untuk lebih serius lagi mengurus partai berlambang pohon beringin itu.
"Urus negara, mana ada waktu apalagi urus partai. Tidak ada lah itu," jelasnya.
Terkait konflik Partai Golkar antara kubu musyarawah nasional (munas) Bali dengan ketuanya Aburizal Bakrie, dan kubu munas Ancol dengan ketuanya Agung Laksono, Jusuf Kalla memastikan kedua kubu sudah sepakat untuk menggelar munas.
Hal itu ditempuh dengan mengukuhkan kembali pengurus hasil munas Riau 2009 lalu, dengan Aburizal sebagai ketua, dan Agung sebagai wakilnya. Hal tersebut merupakan perintah dari putusan Mahkamah Agung (MA).
Setelah pengurus terbentuk, kemudian ditata kembali susunan pengurus DPP dan DPD, serta penata kembali anggota DPR dan DPRD. Kemudian ditentukan jadwal rapat pimpinan nasional (rapimnas). Dalam rapimnas tersebut akan dibahas persiapan munas.
"Sebenernya sih soal waktu. Kita sudah setuju pak Agung dan pak Ical (Aburizal) sudah setuju sebenarnya akhir tahun lalu," katanya.