Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pembakaran Hutan Masuk Kejahatan Luar Biasa, Pemerintah Harus Banding Putusan PN Palembang ‎

Komisi IV DPR meminta pemerintah melakukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Palembang.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Pembakaran Hutan Masuk Kejahatan Luar Biasa, Pemerintah Harus Banding Putusan PN Palembang  ‎
Tribun Pekanbaru/David Tobing
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya serta sejumlah menteri lainnya dan pejabat daerah meninjau penanganan kebakaran hutan dan lahan di Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Jumat (9/10/2015). Presiden Jokowi mengatakan, tahun depan pemerintah berencana membeli pesawat khusus water bombing yang akan digunakan untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. 

Pembakaran Hutan Masuk Kejahatan Luar Biasa, Pemerintah Harus Banding Putusan PN Palembang

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IV DPR meminta pemerintah melakukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Palembang.

PN Palembang menolak gugatan pemerintah pada PT BMH terkait kasus pembakaran hutan. PT BMH akhirnya lepas dari gugatan berupa denda Rp 7,8 Triliun.

"Pertama saya kira pemerintah harus banding, upaya hukum ke pengadilan yang lebih tinggi," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron ketika dikonfirmasi, Senin (4/1/2016).

Menurut Herman, kasus tersebut harus menjadi perhatian publik. Ia mengingatkan tidak hanya pembakaran tetapi pembalakan liar telah diatur dalam UU Pencegahan dan Perusakan Hutan Nomor 18 tahun 2013.

"Memang di dalam UU itu tidak secara ekplisit disebut pembakar, tapi jangankan membakar, yang merusak banyak tanaman pohon, yang dia menebang tanpa izin saja itu hukumannya berat. Apalagi membakar dengan sekian luasan, yang berdampak tidak pada lingkungan saja, asapnya berdampak pada manusia," tuturnya.

Berita Rekomendasi

Politisi Demokrat itu mengatakan bila ada keputusan yang bertolak belakang dengan akibat yang ditimbulkan, maka harus digugat ke pengadilan lebih tinggi. Herman pun sangat menyesalkan kalau pengadilan tidak pro terhadap lingkungan. Padahal di luar negeri kejahatan lingkungan itu kejahatan luar biasa

"Yang namanya tumbuhan, memang renewable resources, sumber daya yg bisa dipulihkan karena bisa ditanam. Tetapi itu kan butuh waktu panjang dan perlu diingat bahwa ekologi itu tidak bisa dikembalikan begitu saja. Sebuah rangkaian ekologi tidak bisa serta merta dipulihkan. Memang pohonnya bisa dipulihkan, tapi ekosistemnya yang saya kira tidak bisa dipulihkan," jelasnya.

Sebab ekosistem hutan, kata Herman, tidak hanya ada tumbuhan, tetapi juga hewan dan biota hidup yang tampak maupun mikro, sehingga pertimbangannya bukan saja pohon.

"Bagaimana dengan ekosistem lain di sana, belum lagi dampak yang ditimbulkan pada manusia. Dalam waktu sekian puluh tahun mereka akan pulih ditumbuhan saja, belum pada ekosistem lain. Asapnya berapa besar kerugian pada manusia, itu pun harus jadi pertimbangan hukum mestinya," tuturnya.

Herman juga mengingatkan hukuman terhadap pelaku dapat lebih diperberat bila terdapat unsur kesengajaan. ia menuturkan UU 18 tahun 2013 kategori perusakan hutan termasuk kejahatan luar biasa.

"Saya tidak mengintervensi putusan dan pola pikir majelis hakim yang mulai. Tetapi saya mengingatkan bahwa di negara-negara lain kejahatan lingkungan sudah menjadi kejahatan luar biasa," imbuhnya.

"Saya kira pemerintah wajib untuk melakukan banding untuk mencari keadilan lebih tinggi. Kemudian, KY saya kira juga harus menelusuri ada apa di balik putusan itu. saya tidak bermaksud melakukan intervensi terhadap putusan hakim," tambahnya. 

Sebelumnya diberitakan, perkara gugatan perdata kebakaran lahan di Kabupaten OKI, akhirnya dimenangkan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) pada sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Klas IA Palembang, Rabu (30/12/2015).

Dalam putusan atau kesimpulan majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Parlas Nababan SH, gugatan perkara perdata yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada PT BMH selaku tergugat senilai Rp7,8 triliun atas ganti rugi kebakaran lahan, tidak dikabulkan atau ditolak majelis hakim.

Berdasarkan pertimbangan majelis hakim, kebakaran lahan yang terjadi di wilayah PT BMH tidak disengaja sehingga majelis hakim menolak gugatan KLHK.

Bahkan majelis hakim membebani pihak KLHK sebagai tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 10.500.000.

Menanggapi putusan majelis hakim atas penolakan gugatan, Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani yang hadir dalam persidangan menyatakan akan banding.

"Kita akan banding atas putusan ini. Karena ini demi keadilan bagi masyarakat terhadap dampak kebakaran lahan. Karena sudah jelas pada sidang lapangan, kebakaran lahan terjadi dengan sengaja. Karena itu kami akan banding," ujar Rasio.

Diberitakan sebelumnya, KLHK menggugat secara perdata PT BMH sebesar Rp7,8 triliun. Dasar gugatan yakni pada tahuan 2014 terjadinya kebakaran lahan seluas 20 ribu hektar pada lahan Hutan Tanam Industri (HTI) di wilayah Kabupaten OKI yang dikuasai PT BMH.

Lokasi kebakaran berada di Distrik Simpang Tiga Sakti dan Distrik Sungai Byuku Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan.

Akibat kebakaan lahan, menyebabkan kabut asap dan merugikan kesehatan masyarakat.‎

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas