Jaksa Agung Sebut Aset Yayasan Supersemar Tak Bisa Tutup Kerugian Negara Sebesar Rp 4,4 Triliun
Total kekayaan Yayasan Supersemar belum dapat menutup kerugian negara seperti yang diputuskan Mahkamah Agung (MA).
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Total kekayaan Yayasan Supersemar belum dapat menutup kerugian negara seperti yang diputuskan Mahkamah Agung (MA).
Penelusuran dan verifikasi aset Yayasan Supersemar, dijelaskan Jaksa Agung HM Prasetyo, dilakukan Pusat Penelusuran Aset Kejaksaan (PPA) dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
"Saya juga belum dapat lampiran persentasenya dari PPA dan Datun tapi kita sudah bekerja untuk menelusuri itu," kata Muhammad Prasetyo di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (5/1/2015).
Pada upaya pengeksekusi putusan Mahkamah Agung terkait Yayasan Supersemar, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selaku eksekutor telah menjadwalkan sidang teguran (aanmaning) pada 23 Desember silam.
Namun, pihak yayasan yang diwakili pengacaranya, Deny Kailimang, tidak hadir dan meminta penundaan pada 6 Januari 2016.
Pada sidang ini Yayasan Supersemar selaku pihak kalah dalam perkara yang telah diputus MA dipanggil untuk penetapan perintah eksekusi.
Jika pihak Yayasan Supersemar tidak hadir pada dua kali pemanggilan tersebut, ketua pengadilan dapat mengeluarkan surat penetapan ekseskusi kepada juru sita.
Perkara kasus Yayasan Supersemar diajukan pemerintah pada tahun 2007 untuk menggugat Soeharto dan yayasan tersebut terkait dugaan penyelewengan dana beasiswa.
Kejaksaan Agung pada gugatanya menyebutkan dana beasiswa yayasan itu yang seharusnya disalurkan ke penerima beasiswa tapi pada prakteknya disalurkan ke beberapa perusahaan seperti Bank Duta, Sempati Air, dan PT Kiani Lestari.
Pada Selasa (11/8/2015) Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung dalam perkara ini dan mengharuskan ahli waris Soeharto mengganti kerugian 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar atau total Rp 4,4 triliun.