Kisah Perjuangan Rizal Ramli, Anak Yatim Piatu yang Sukses Jadi Menteri
Enam bulan pertama kuliah memaksa Rizal harus mengumpulkan dana yang cukup untuk bisa membayar biaya kuliah.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
Enam bulan pertama kuliah memaksa Rizal harus mengumpulkan dana yang cukup untuk bisa membayar biaya kuliah.
"Saya kerja dulu menjadi mandor percetakan di Kebayoran untuk bisa bayar uang kuliah di ITB," kisahnya dengan semangat.
"Punya uang, bayar kuliah, bisa makan, bisa bayar uang kos enam bulan," Rizal mengenang perjuangannya yang tidak pernah mundur mewujudkan tekadnya membuktikan anak yatim piatu bisa sukses.
Saat kuliah pun Rizal masih harus bekerja keras untuk mampu bertahan kuliah dan makan. Menjadi penerjemah diambil Rizal sebagai pekerjaannya agar bisa tetap kuliah.
"Saya pikir, saya kan bahasa Inggris nya bagus dari dulu otodidak. Saya bekerja sebagai penerjemah. Mula-mula susah satu halaman itu terjemahin bahasa Inggris ke bahasa Indonesia makan waktu tiga jam. Makin lama makin cepat, satu halaman bisa 10 menit," ucapnya.
"Saya juga ajak teman di ITB yang miskin bagian ngetik, saya baca terjemahannya. Kita punya duit. Kerja hanya hari Jumat, Sabtu sebelum malam minggu. Bisa untuk hidup seminggu, bisa pacaran, bisa jadi aktivis," demikian dia bangga dengan jalan hidup yang menghantarkannya menjadi seperti sekarang ini.
Kala di Bandung berkuliah, Rizal pun pernah menjadi "guru" bagi mereka anak-anak bule. Bersama rekan-rekan mahasiswa yang miskin, Rizal mengajarkan Matematika, Fisika, dan Kimia.
"Kita bantuin jadi tutor. Eh duitnya lebih gede lagi ternyata," tawanya mengenai perjuangannya itu.
Pendek cerita, sejarah hidupnya mengajarkan militansi, keberpihakan, dan tidak mengenal menyerah dalam berjuang.
"Sejarah hidup Rizal Ramli mulai sejak mahasiswa tidak pernah menyerah. Kita bisa ditangkap, digebuki, dikucilkan. Tapi Rizal Ramli tidak pernah menyerah," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.