PKB dan Sekretariat Bersama Diskusi tentang Perbaikan Sistem Pemilu
Kunjungan Sekretariat Bersama membawa misi melakukan penyempurnaan terhadap sistem Pemilu di Indonesia.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) H Abdul Kadir Karding dan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy serta beberapa anggota DPR RI menerima kunjungan pengurus Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu di kantor DPP PKB, Selasa (12/1/2015).
Sekjen DPP PKB Abdul Kadir Karding menyambut baik kedatangan pengurus Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu ke kantor DPP PKB. Ia berharap kunjungan Sekretariat Bersama yang dimotori Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto dan Direktur Eksekutif Puskapol UI Sri Budi Eko Wardani dapat menambah wawasan seluruh pengurus dan anggota DPR RI PKB.
"Terutama bagi anggota DPR RI yang berada di Komisi II DPR RI, Badan Legislasi dan para tenaga ahli," katanya.
Apalagi, kata Sekjen, kunjungan Sekretariat Bersama membawa misi melakukan penyempurnaan terhadap sistem Pemilu di Indonesia. Dengan melakukan penggambungan empat Undang-undang (UU) terkait ke dalam satu UU, yakni UU No.42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU No.15/2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, UU No.8/2012 tentang Pemilihan Umum, UU No.01/2015 dan Undang-Undang (UU) No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (Pilkada).
"Kita akan mendengarkan seluruh argumentasi dan rasionalisasi yang akan diterangkan tim Sekretariat Bersama terkait Kodifikasi tersebut. Sekali lagi ini baru pada tahap mendengarkan, belum tentu menyetujui karena PKB perlu melakukan rapat terlebih dahulu dalam mengambil keputusan terkait hal ini," katanya.
Sementara itu, Didik Supriyanto menegaskan, kodifikasi merupakan salah satu tawaran untuk memperbaiki sistem Pemilu yang dari tahun ke tahun bergulat pada persoalan yang sama. Dimana, kata dia, aturan perundang-undangan memberikan tekanan berbeda pada persoalan yang sama.
Ia mencontohkan, UU No.42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden mengatur secara tegas soal saksi pelanggaran money politik sementara UU Pilkada sama sekali tak memberi sanksi.
"Saya kira melakukan kodifikasi merupakan jawaban untuk melakukan penyempurnaan terhadap sistem Pemilu kedepan," katanya.
Mengapa kodifikasi ini penting, tutur Didik, karena perdebatan soal Pemilu akan terjadi kala melakukan pembahasan soal sistem. Menyangkut soal waktu ataupun jadwal penyelenggaraan, besaran daerah pemilihan, formula, perolehan kursi ambang batas, metode pencalonan, metode pemberian suara dan metode penetapan calon terpilih.
"Kalau kita telah membahas ketujuh persoalan ini dari awal, maka perdebatan ini tidak perlu lagi terjadi. Uu Pemilu yang lebih baik akan kita hasilkan," ucapnya.