Tidak Terima Divonis 6 Tahun Penjara, Suryadharma Ajukan Banding Besok
Menurut Humphrey, enam tahun bukanlah waktu yang sebentar.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak terima divonis enam tahun penjara, bekas Menteri Agama Suryadharma Ali mengajukan banding atas putusan kasusnya ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Pada putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin, Suryadharma Ali divonis enam tahun penjara.
"Pertimbangannya karena (divonis) enam tahun," kata kuasa hukum Suryadharma, Humphrey Djemat, di KPK, Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Menurut Humphrey, enam tahun bukanlah waktu yang sebentar.
Apalagi, kata dia, Suryadharma tetap merasa tidak bersalah dan tidak rela walau divonis hanya satu hari di penjara.
Kata Humphrey, ini adalah masalah prinsip.
"Enam tahun itu kan tidak sebentar. Ini pada masalah prinsip, Pak Suryadharma tidak merasa bersalah. Itu yang prinsip. Kan dia juga pernah utarakan 'jangankan bertahun-bertahun, satu hari pun saya nggak rela'," kata Humphrey.
Walau, vonisnya banyak berkurang dari tuntutan 11 tahun penjara, Humphrey mengatakan itu sama sekali tidak jadi dasar untuk tidak mengajukan banding.
Apalagi, kata dia, Jaksa pada KPK juga mengajukan banding.
"Jangan lihat (tuntutan) 11 (tahun) jadi (vonis) 6 (tahun) terus bersyukur, toh jaksa kan juga banding," kata dia.
Humphrey pun mengatakan kliennya tidak mendapatkan keadilan karena putusan hakim mengambil sepenuhnya dakwaan jaksa yang memberatkan Suryadharma.
Humphrey pun berharap agar Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bersikap adil.
"Kita menganggap bahwa pertimbangan majelis hakim kemarin belum mengambil fakta persidangan yang sebenarnya muncul. Ada banyak hal," kata dia.
Banding tersebut rencananya akan didaftarkan besok.
Sebelumnya, Suryadharma Ali divonis enam tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Suryadharma Ali juga diperintahkan membayar pidana pengganti Rp 1,8 miliar apabila tidak dibayar maka diganti pidana penjara selama dua tahun.
Hakim menilai, bekas ketua umum Partai Persatuan Pembangunan terbukti secara sah dan meyakinkan korupsi dengan menyalahi ketentuan pelaksanaan haji antara lain mengakomodir rekomendasi anggota Komisi VII DPR sebagai PPIH, memperkaya diri dan orang lain penunjukan pemondokan dan katering jamaah haji di Saudi serta terbukti menyalahgunakan anggaran DOM 2010-2013 untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
SDA juga disebut terbukti bersalah bersama-sama sesuai dakwaan kedua (pasal 3 jo pasal 18 UU Tipikor). Vonis yang dijatuhkan majelis lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut pidana penjara 11 tahun, denda Rp 750 juta, ganti rugi Rp 2,325 miliar dan pencabutan hak politik.