Jaksa Tantang Hary Tanoe Klarifikasi Soal SMS Ancaman
Justru saya maunya, kalau ini tidak benar diklarifikasi dong
Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Subdirektorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Kasubditdik Jampidsus) Yulianto menantang pengusaha Hary Tanoesoedibjo mengklarifikasi jika tudingan pesan singkat ancaman yang dia laporkan ke Bareskrim Polri.
"Justru saya maunya, kalau ini tidak benar diklarifikasi dong," kata Yulianto di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (1/2/2016).
Yulianto mengaku tidak tahu bagaimana cara pesan singkat dari Hary Tanoesoedibjo yang dinilai bernada ancaman sampai kepadanya.
Dia juga mengaku tidak pernah bertemu dengan bos MNC Group itu sekalipun.
Sebelumnya, pada Kamis (28/1/2016), didampingi belasan jaksa lainnya, Jaksa Yulianto melaporkan seorang direktur berinisial HT.
Dalam laporan LP/100/I/2016/Bareskrim tanggal 28 Januari 2016, Yulianto melaporkan HT dengan dugaan mengirimkan informasi elektronik dan dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Permasalahan pesan singkat itu saat rapat dengar pendapat yang berlangsung di DPR.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengungkapkan adanya sms kaleng yang diterimanya menyangkut kasus Mobile-8.
Pesan singkat itu dikirim dari seseorang yang mengaku dari Hary Tanoesoedibjo.
"Mengenai sms yang diterima oleh jaksa saya mengenai kasus Mobile-8. Boleh saya bacakan," kata Prasetyo.
Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin sempat meminta waktu terkait pembacaan sms kaleng tersebut. Tetapi, Prasetyo kembali melanjutkan perkataannya.
"Kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang personal siapa yang preman. Anda harus ingat bahwa kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik salah satu tujuannya memberantas oknum penegak hukum yang semena-mena. Yang transaksional dan abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan di sini. Disitulah saatnya Indonesia dibuktikan," kata Prasetyo.
"Saya tidak tahu apakah ini bentuk ancaman atau tidak," katanya.